Duduk dua orang sejoli yang tengah berhadapan di salah satu meja, sudah
hampir 2 jam mereka melalui waktu dalam diam, seakan tak ada nyawa di meja itu.
Si wanita yang mengenakan dress selutut dengan ditutup blazer pendek dan memangku
tas vintage asik memainkan ponsel
sambil sesekali menikmati tiramisu yang ada di depannya, sementara si pria yang
terlihat baru pulang kerja masih lengkap dengan kemeja yang dikenakanya sudah
menegak hampir 2 gelas hot chocolate.
4 jam berlalu, para pengunjung cafe silih berganti keluar masuk. Mereka
berdua masih sibuk dengan aktivitas masing-masing tanpa sebuah obrolan. Entah
apa yang saat ini mereka tunggu, beberapa pelayan cafe yang sedari tadi
memperhatikan mereka berdua merasa bingung dengan apa yang sedang mereka berdua
lakukan. Sebagian ada yang berpendapat bahwa mereka belum saling kenal,
sebagian lagi berpendapat bahwa mereka adalah pasangan yang tengah bertengkar.
Si wanita
kemudian memanggil salah satu pelayan lalu membayar makanan yang tadi dia
pesan. Selesai membayar si wanita kemudian bersiap untuk pergi keluar cafe,
sesampainya di parkiran ada sebuah tangan yang menarik lengannya.
“Kamu lagi
ngapain?” tanya si wanita pada pria yang tengah memegang lengannya dengan kuat.
Si Pria yang tidak lain adalah pria yang tadi duduk satu meja bersama
wanita tersebut diam.
Si wanita
memaksa untuk melepas lengan yang tengah dicengkeram. Kemudia si Pria mulai
bersuara “Kita punya masalah yang belum selesai kan?”
“Kamu masih
tanya masalah kita, lalu 4 jam tadi itu apa” ucap si wanita getir “1 minggu
kita udah ngga ada komunikasi, introspeksi pun bayarannya kayak tadi” tambahnya
lagi.
“Kita udah
sama-sama dewasa, kita tau mana yang bener dan mana yang salah. Aku capek kamu
kayak gini terus” sesal si Pria.
“Apa kamu
bilang, capek?? Iya capek karna punya 2 pacar dan sekarang bingung mana pacar
yang harus dia pertahanin dan mana yang harus diputusin. Sekarang siapa yang
kayak anak kecil?” si wanita mulai emosi.
“Semuanya
jelas, kamu berubah Dis. Dokter baru itu udah berhasil jadiin kamu ngga lemah
lembut lagi” ucap si Pria.
“Kamu masih
percaya dengan omong kosong orang-orang tentang aku dan Dokter Allan, ngga perlu
bawa-bawa orang lain buat jadi kambing hitam. Aku begini juga karna kamu, karna
kamu yang sekarang semakin plin-plan dengan keputusan kamu sendiri Dri!” air
mata si wanita akhirnya menetes.
Wajah si
pria terlihat pucat, terlihat lelah karena pekerjaan dan merasa bersalah dengan
pernyataan terakhir si wanita tadi. Dia pun perlahan-lahan melepas
genggamannya, dan membiarkan si wanita pergi.
***
Disya.
Cinta itu bisa datang disaat waktu yang sama sekali tidak tepat. Bahkan
menerima untuk dijadikan yang kedua adalah keputusan yang harus mampu dijalani.
Aku Disya, umurku 22 tahun. Kehidupanku normal, bekerja sebagai seorang suster
di rumah sakit, bisa membiayai hidup mandiriku di rumah kecil yang kutinggali
bersama sahabatku dan juga satu tempat kerja denganku, Livi. Tapi tidak dengan
percintaanku, aku memiliki pacar yang bernama Adrian, dia bekerja sebagai salah
satu staf Accounting di sebuah perusahaan, aku adalah pacar ke-2nya. Iya
pacarku memiliki 2 pacar, pacar pertamanya bernama Nara seorang guru Matematika
di sebuah Sekolah Dasar, mereka telah menjalin hubungan hampir 4 tahun. Dan 10
bulan terakhir Adrian telah menjadikanku pacar ke-2. Orang yang mendengar ini
pasti akan mengecap aku sebagai perebut pacar orang, meskipun sakit tapi aku
berusaha kuat karna aku mencintai Adrian begitu pula dengan Adrian yang serius
mencintaiku.
Pertemuan kami berawal saat kami masih sama-sama SMA, 2 tahun kami satu
kelas. Saat itu aku telah lama memperhatikan Adrian dan tanpa kusadari aku
menyimpan perasaan kagum padanya. Dan apa yang teman-temanku katakan dulu pun
ternyata benar bahwa meskipun Adrian telah memiliki Nara tapi dia juga
menyimpan perasaan yang sama padaku. Dulu aku tak ingin berbesar kepala, aku
menampiknya karna aku menghormati dan menghargai perasaan Nara. Tapi semuanya
berubah setelah aku dan Adrian kembali bertemu saat kami sudah sama-sama bekerja,
pertemuan pertama kami di rumah sakit tempatku bekerja. Saat itu Adrian
mengalami kecelakaan kerja yang mengharuskan dirinya untuk dirawat beberapa
hari, ternyata saat itu aku yang menjadi suster yang merawatnya sampai dia
sembuh. Nara yang saat itu masih pacar Adrian ternyata lebih sibuk memikirkan
pekerjaannya dibanding Adrian. Aku melihat Adrian tak tega, sejak saat itu kami
sering bertukar pikiran dan jujur dengan perasaan masing-masing. Tak kusangka
saat Adrian sembuh, dia meresmikan hubungan kami agar lebih serius, awalnya aku
menolak keras karna saat itu hubungan Adrian dengan Nara belum resmi putus.
Butuh waktu hampir 2 bulan untukku memantapkan hati serta pikiranku untuk
menerima Adrian. Yang akhirnya menjadikanku
menjawab ‘Iya’ adalah aku ingin membuktikan pada Adrian meskipun aku nantinya
hanya dijadikan yang ke-2 aku berhak dicintai secara tulus, dan berusaha jadi
yang terbaik tanpa sedikitpun menyakiti hati Nara.
Tadi kami bertengkar setelah 1 minggu sebelumnya tak ada komunikasi, Adrian
mulai terlihat plin-plan dengan keputusannya memiliki 2 pacar. Dia dan Nara
sendiri juga tengah bertengkar karena Nara ternyata berhubungan dekat kembali
dengan mantan pacarnya. Posisi Adrian sulit jika harus memutuskan hubungan
dengan Nara karna dia sendiri juga telah menduakan cintanya pada Nara. Ini juga
pertama kalinya kami bertengkar seperti ini, Adrian telah salah paham dengan
Dokter Allan, dokter baru dirumah sakit dan aku sering dijadikan suster
pendamping untuk Dokter Allan. Dengan tugas itu otomatis aku dan Dokter Allan
sering bekerjasama, hal inilah yang membuat Adrian cemburu dan salah paham.
Selama aku dan Adrian menjalin kasih, tak banyak yang mengetahui
hubungan kami. Iya kami menyembunyikannya, karena sebagian orang yang mengenal
Adrian tahu bahwa Nara-lah pacar Adrian, bukan aku. Tidak sedikit hal yang
membuatku cemburu, mungkin sakit hati, tapi aku memahami ini sebagai sebuah
resiko bahwa aku hanya dijadikan pacar ke-2. Waktuku bersama Adrian yang kami
habiskan berdua seringkali tidak maksimal, karena ada Nara yang juga
membutuhkan Adrian di kesehariannya. Aku
sangat mengerti resiko ini, meskipun cenderung menjadi objek pengalah tapi aku
berusaha ikhlas.
Adrian.
Butuh waktu lama buat gue naruh hati sama cewe, yakin bahwa gue cinta
sama dia, dan siap nembak sampai ngelajanin hubungan. Gue Adrian, gue seorang workaholic dan hampir sebagian waktu gue
seharian diabisin dikantor. Kerja bakal makin semangat disaat ada orang
terkasih ada dibelakang kita buat support, gue pun bersyukur karena memiliki
seorang Nara dan siap jadiin dia pendamping hidup gue buat selamanya. Tapi itu
semua sedikit demi sedikit sirna ketika setahun terakhir Nara berubah, berubah
makin buruk, dan gue ngga suka. Mungkin kalo cowo lain bakal langsung putusin
kalo cewe mereka kayak Nara, gue harus mikir
ratusan kali dulu mengingat karakter gue tadi.
Disaat gue lagi dalam keadaan galau itu, Tuhan kirim cinta lama gue
dulu di SMA, Disya. Pertemuan pertama kita itu di rumah sakit, ternyata dia
suster disitu. Sikap lemah lembutnya saat ngerawat gue berhasil bikin gue jatuh
cinta sama dia buat kedua kalinya, dan ya kita pun jadian. Tapi begonya gue,
Nara belum gue putusin saat itu. Mutusin hubungan sama Nara itu ngga bisa gue
lakuin dengan mudah, kedekatan keluarga gue sama keluarga dia adalah
penghalang, bokap-nyokap Nara pasrahin Nara ke gue, apalagi bokapnya Nara lagi
sakit keras sekarang, gue bener-bener ngga tega. Rasa bersalah udah duain Nara
jelas ada.
Tapi soal jujur gue lebih cinta dan sayang sama siapa, Disya orangnya.
Dia yang dulu gue kagumin diem-diem, sering jailin dia, caper juga dikit hhehe.
Kepribadian sama karakternya udah bikin gue takluk deh. Untuk kapasitas cowo
yang susah jatuh cinta kayak gue ternyata bisa punya 2 cewe juga. Siap gue
dipanggil playboy.
***
Sepulang dari Cafe tadi Disya langsung masuk kamar, Livi yang sedang asyik
didepan tv segera mendekati sahabatnya yang saat ini tengah menangis didalam
kamar. Diusapnya pundak Disya sebagai tanda menyemangati. Disya langsung
menghambur memeluk Livi.
“Tadi dia
ngga putusin apapun, 4 jam itu bisu” kata Disya sembari menangis.
Livi hanya bisa tersenyum getir mendengar sahabatnya sakit hati seperti
ini “Sekarang lu yang harus tegas Dis, udah jadi hak-lu buat ngambil keputusan.
Selama ini lu udah terlalu sering ngalah!” tegas Livi pada sahabatnya itu.
Disya menghapus air matanya dan tak menjawab. Livi pun sudah dapat
menebak apa yang ada dipikiran sahabatnya yang sudah dia kenal lama itu.
***
Dia masih dibelakang kemudi, pandangannya terkonsen pada jalan raya
yang tengah dia telusuri, tapi tidak dengan pikiran dan hatinya yang kacau.
Bayangan 2 wanita yang telah dia sakiti terngiang-ngiang. Air mata Adrian
berada pada titik yang tidak dapat lagi dia tahan. Dia menangis, bingung, dan menyesal.
***
“Ini pelajaran
dalam cinta Dis” kata Desta menasehati, sementara tangannya sibuk meracik nasi
goreng untuk sarapan pagi ini.
Disisi lain, Disya duduk dimeja makan sambil memainkan segelas susu
didepannya. Pagi-pagi sekali dia datang ke apartemen kakaknya untuk meminta
saran terhadap hubungannya dengan Adrian.
“Kamu
sendiri masih cinta ngga sama Adrian?” tanya Desta masih sibuk memasak.
“Masih lah
kak, kalo ngga juga aku ngga bakal mau dijadiin pacar ke-2 terus-terusan gini”
jelas Disya.
Nasi Goreng pun telah siap, dihidangkannya nasi goreng tersebut untuk
dia dan Disya, adiknya. “Kalo gitu jawabannya gampang, kamu ikutin kata hati
kamu, hati kecil kamu, dimana dia jauh lebih peka dan tau tentang apa yang
terbaik buat kamu” saran Desta, “Sekarang sarapannya dimakan yuk” lanjutnya
sembari mengambil sepiring nasi goreng untuk Disya.
Disya tersenyum dan menganggukkan kepala menyambut saran kakak
laki-lakinya itu, dinikmatinya sarapan bersama kakak tercinta dengan lahap.
***
“Hahahahahaha,
gue kan udah pernah bilang. Punya pacar 1 aja udah bikin pusing apalagi 2”
gurau Jamie dikantor siang itu.
“Eh gue
seriusan nih” hardik Adrian pada sobatnya.
“Ealah, itu
kan bikin lo biar flashback. Gimana lo dulu sampe akhirnya punya 2 pacar” jelas
Jamie.
“Ya trus lo
kasih saran ke gue, sepanjang jalan pulang kemarin gue tuh nangis gara-gara
ini. Berasa banci banget” Adrian sedikit menahan malu.
Jamie tak
heran melihat sohibnya ini menangis, Adrian memang lemah saat harus mengahadapi
masalah dengan cinta. “Gini bro, lu punya nyokap kan?” tanya Jamie mulai
serius.
Adrian menjawabnya dengan anggukan kepala.
“Nyokap lo
seorang wanita yang udah berkorban nyawa buat ngelahirin lo ke dunia, karena
beliau juga lo bisa sukses kaya saat ini. Sekarang coba lo bayangin, nyokap lo
disakitin cowo?” tanya Jamie.
“Jelas gue
ngga terima, gue juga bakal sakit hati” tegas Adrian.
“Okee, dan
sekarang lo bayangin 2 wanita itu adalah nyokap lo!” pinta Jamie.
Adrian
menangkupkan kedua tanggannya kewajahnya. Pikirannya menerawang.
“Inget Dri,
jangan pernah nyakitin hati seorang cewe. Karena kalo sampe ngelakuin itu, lo
sama aja nyakitin hati nyokap lo. Tentuin hati lo buat milih satu cewe diantara
2 itu” perintah Jamie “Masalah orang tua atau apapun pasti bakal ada jalan
keluarnya” lanjutnya lagi.
Adrian tersenyum tipis “Thanks Jam, dari saran lo ini bakal gue jadiin acuan
buat nyelesein masalah gue. Dan gue mohon lo bisa ikut bantuin gue”
“Pasti, lo
itu sohib gue, pasti gue bakal bantuin elo” balas Jamie bangga. “Sekarang udah
diputusin kan bakal pertahanin yang mana, Guru Matematika yang manis itu atau
Suster Rumah Sakit yang lemah lembut?”
***
Sore itu bagai sebuah sidang dengan Adrian sebagai tersangka, dalam
sebuah meja duduklah 2 orang wanita yang tengah berhadapan ada didepannya. Meja
itu bulat, ketiga objek itu membentuk segitiga.
“Aku sengaja
ngumpulin kalian disini” ucap Adrian membuka obrolan.
Kedua wanita itu yang tidak lain adalah Nara dan Disya hanya diam.
“Aku mau
masing-masing dari kita jujur dengan isi hati dan pikiran. Apa aja yang selama
ini menjadi sebuah hal yang belum diketahui atau bahkan disembunyiin buat 2
diantara kita” Adrian terlihat yakin dengan kata-katanya. “Bagi siapapun yang
ingin memulai terlebih dahulu, silahkan!” sambungnya lagi.
Nara dan Disya masih diam, mereka masing-masing sadar tokoh protagonis
sekaligus antagonis dalam hubungan ketiganya adalah Adrian. Untuk itulah biar
Adrian membukanya terlebih dahulu.
Seakan sadar dengan sikap diam dari Nara dan Disya adalah sebuah
perintah agar Adrian memulainya terlebih dahulu “Oke aku tau, aku yang memang
harus memulainya”
“Aku memang
jauh dari sempurna, apalagi untuk urusan hati dan perasaan. Aku akui aku payah”
terangnya “Bahkan memutuskan untuk memiliki 2 pacar termasuk hal bodoh dalam
hidup aku, aku terlalu mementingkan apa yang jadi kata hati aku. Aku mencintai
kamu Nara, tapi rasa cintaku juga untuk kamu Disya” kata seorang Adrian.
Dia mengambil napas sejenak untuk kemudian melanjutkan ucapannya
“Masa-masa dimana harus ada yang aku bohongi dan aku kuatkan, kalo kalian
bertanya apakah aku menyesal. Aku sangat menyesal” Adrian tetap tenang meskipun
perasaannya tak keruan “Nara, udah 4 tahun ini kita berjalan dalam satu
hubungan cinta, aku sempat mempunyai keinginan untuk menikahimu. Tapi rasanya
semua itu berubah sejak setahun terakhir kamu berubah, bukan seperti Nara yang
dulu aku cintai. Maafin aku karna dari situlah aku mengambil keputusan untuk
memacari Disya cinta lamaku waktu SMA dulu” jujur Adrian dengan hanya sesekali
menatap Nara, dia lebih sering menunduk.
“Om Nico
yang lagi sakit dan kedekatan keluarga kita adalah alasan kenapa aku ngga bisa
mutusin kamu, aku takut jika nantinya semua itu pecah dan berantakan seperti
halnya hubungan kita nanti”
Raut wajah
Adrian kini berubah memucat, sejenak ditatapnya Disya begitu lekat “Dan kamu
Disya, bisa memiliki kamu sebagai pacar aku sama halnya sebuah bantuan dan kado
Tuhan disaat hubunganku dan Nara tak punya arah lagi. Biarpun orang yang tahu
hubungan kita kamu adalah pacar ke-2, bagiku kamu adalah orang yang aku cintai
dan kumiliki. Sikap berbesar hatimu menerima aku dengan segala resikonya
membuatku semakin kagum” sebuah senyum hangat namun memiliki beban Adrian
tunjukkan. “Maafin aku dengan segala hal yang membuat kamu sakit, marah, dan
benci sama aku. Terimakasih buat balasan cinta kamu kepadaku” aku Adrian.
“Aku
menerima jika aku dicap playboy. Namun dari situlah aku membayangkan mamaku,
aku tak ingin menyakitinya sama seperti aku menyakiti kalian” terbesit perasaan
lega dengan semua hal yang selama ini mengganjal hati dan pikirannya.
Seperti tanpa dikomando, 5 menit setelah Adrian menyudahi kejujurannya.
Nara kemudian membuka suara “Aku melihat kita disituasi seperti ini adalah sama
halnya bayangan yang sempat ada dipikiranku dulu, Aku bukan orang yang pintar
membaca pikiran dan hati orang lain, tapi rasanya 4 tahun itu cukup buat aku
mengenal kamu Adrian dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sampai akhirnya
aku bertemu sebuah titik dimana perasaanku sudah mulai kacau, bimbang, dan sama
sekali ngga aku mengerti. Aku memiliki pacar, namun perasaan cintaku ini untuk
siapa aku ngga tau. Bukan salah kamu juga jika kamu harus mendua, ini tentang
komunikasi yang salah, dan kita sama-sama diam tak berani mendahului untuk
mengakhiri cinta” kata Nara bijak.
“Perasaan
cinta kamu ke Disya pun udah bisa aku tebak saat kita masih di SMA, tapi aku
buang pikiran itu karena aku yakin kamu akan terus serius berhubungan sama aku
sampai nanti aku akan menyandang namamu sebagai nama suamiku. Titik itu
memunculkan jawaban, dengan hambarnya hubungan kita” Nara tetap tenang “Setahun
terakhir yang kamu bilang itu juga, aku bertemu dengan cinta pertamaku Lio.
Kami dekat kembali, bahkan saat ini kita sudah menyiapkan sebuah pesta
pertunangan. Tentang Papa maupun keluargaku menyerahkan semuanya padaku,
sayangnya waktu kita untuk mengakhiri hubungan baru bisa kita lakuin sekarang”
pernyataan Nara ini sontak membuat Adrian dan Disya kaget. “Kata terakhirku
untuk hubungan cinta kita adalah maaf dan terimakasih”
“Kita
sama-sama perempuan Dis, aku bisa ngerti perasaan kamu, perasaan cinta kamu ke
pacar aku dari dulu itu udah bikin kamu begitu sakit kan. Padahal kalo kalian
dari dulu saling jujur pun aku siap mundur bahkan akan aku bantu kalian. Maafin
aku Dis karena secara tidak langsung posisiku telah membuat kamu sakit, dan
terima kasih karena kamu mampu bikin Adrian memperjuangkan kamu secara tulus”
Nara kemudian mendekat pada Disya, dipeluknya ia erat. Sebuah pelukan
persahabatan membuka jalan bagi mereka, digenggamnya tangan Disya dan Adrian
untuk akhirnya ia satukan “Maaf yaa, aku sempat jadi penghalang dalam hubungan
kalian. Mulai detik ini, penghalang itu udah ngga ada lagi. Maka dari itu
kalian harus terus bersatu, aku doakan kalian juga akan segera menyusulku
seperti aku dan Lio.
Adrian dan Disya masih terus dalam keterkejutannya melihat sikap Nara
yang ternyata berbesar hati mendukung hubungan mereka.
Setelah Nara kembali ketempat duduknya, kini Disya pun bersiap dengan
kejujuran hati dan pikirannya, tak sadar dia telah mengeluarkan air mata haru
dengan apa yang Nara lakukan kepadanya. “Nara yang dulu sampai saat ini, baru
aku bisa lihat ternyata hati kamu begitu luar biasa” Disya mengusap air
matanya.
“Melihat
kamu dan Adrian dulu sewaktu SMA begitu serasi dan setelah kita lulus, aku pun
seringkali menunggu undangan pernikahan kalian datang untukku. Bahkan aku
sempat iri melihat hubungan kalian yang begitu kompak” puji Disya “Dan
mencintai pacar orang lain sesungguhnya dosa untukku, aku menampik dan membuang
jauh-jauh perasaan itu. Tapi itu kini berbeda, sampai akirnya saat ini aku bisa
memiliki Adrian sebagai pacarku. Perasaan bersalah kepada kamu masih terus
menghantui aku” tatapan Disya terus tertuju kepada Nara “Menjadi orang ketiga
dalam hubungan kalian adalah pilihan karena ternyata perasaan cinta ini kepada
Adrian telah melawan segalanya, tapi dari sinilah aku belajar, belajar
bagaimana mengalah untuk orang yang dicintai, kuat dari apa yang telah membuat
sakit, menghargai perasaan sesama perempuan, dan sikap menghormati kepada
lelaki yang dicintai” terang Disya “Maafin aku yang telah mencintai pacar kamu,
dan terimakasih untuk dukungan kamu Nara yang bahkan tidak pernah aku duga
sebelumnya”
Nara
mengangguk dan tersenyum pada Disya.
Kini tatapan
Disya beralih pada Adrian “Bisa memiliki kamu sebagai pacar adalah impian yang
menjadi nyata, aku bersyukur pada Tuhan. Dari sana pula kini aku berani
bermimpi, meskipun dengan status pacar kedua aku ikhlas, karena aku yakin rasa
cinta kamu itu tulus, sikapku yang selalu tegar saat harus mengalah tidak
selamanya itu nyata. Tanpa kamu tahu, aku sering menangis dalam ungkapan hatiku
yang sakit, tapi aku tak mau egois karna aku sadar akan posisi dan resiko yang
harus aku hadapi” Air mata Disya pun tumpah. “Dan jika ada orang lain yang
menganggap kamu playboy, bagiku Adrian
bukan playboy, dia cuma ngambil
keputusan di waktu yang salah”
“Dari
situasi kita bertiga ini aku belajar kembali, bahwa cinta itu harus diiringi
kejujuran, sikap berbesar hati, dan saling pengertian satu sama lain. Seminggu
dan waktu yang berlalu sampai bertemu saat ini, aku mengambil keputusan untuk
mengakhiri hubungan kita Adrian. Aku memang masih sangat mencintai kamu, tapi
kedewasaan kita belum sampai pada titik yang memang mantap. Jika memang
nantinya kita berjodoh, biarlah Tuhan memberikan jalan dan waktunya secara
tepat. Tanpa kita paksa” Kalimat ini seakan sebuah batu besar yang menghujam
Adrian, bagaimana bisa diwaktu yang bersamaan dia menyudahi hubungan dengan
Nara yang sudah tak dicintainya lagi dan disudahi hubungannya dengan Disya
orang yang saat ini sangat ia cintai.
Tema dari pertemuan mereka ini adalah rasa campur aduk antara takut,
tegang, dan gugup. Prolog itu kejujuran mereka masing-masing, Klimaks adalah
saat dimana hubungan cinta segitiga ini diputus, Anti-Klimaksnya saat Adrian
akhirnya menerima untuk melepas Disya meskpiun dengan berat hati, Epilognya
adalah pada akhirnya semua menjalani hidupnya dengan bersahabat.
_a.d.a_
Comments
Post a Comment