Skip to main content

Cerpen: Cinta Segitiga



Disebuah Cafe
Duduk dua orang sejoli yang tengah berhadapan di salah satu meja, sudah hampir 2 jam mereka melalui waktu dalam diam, seakan tak ada nyawa di meja itu. Si wanita yang mengenakan dress selutut dengan ditutup blazer pendek dan memangku tas vintage asik memainkan ponsel sambil sesekali menikmati tiramisu yang ada di depannya, sementara si pria yang terlihat baru pulang kerja masih lengkap dengan kemeja yang dikenakanya sudah menegak hampir 2 gelas hot chocolate.
4 jam berlalu, para pengunjung cafe silih berganti keluar masuk. Mereka berdua masih sibuk dengan aktivitas masing-masing tanpa sebuah obrolan. Entah apa yang saat ini mereka tunggu, beberapa pelayan cafe yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua merasa bingung dengan apa yang sedang mereka berdua lakukan. Sebagian ada yang berpendapat bahwa mereka belum saling kenal, sebagian lagi berpendapat bahwa mereka adalah pasangan yang tengah bertengkar.
Si wanita kemudian memanggil salah satu pelayan lalu membayar makanan yang tadi dia pesan. Selesai membayar si wanita kemudian bersiap untuk pergi keluar cafe, sesampainya di parkiran ada sebuah tangan yang menarik lengannya.

“Kamu lagi ngapain?” tanya si wanita pada pria yang tengah memegang lengannya dengan kuat.

Si Pria yang tidak lain adalah pria yang tadi duduk satu meja bersama wanita tersebut diam.
Si wanita memaksa untuk melepas lengan yang tengah dicengkeram. Kemudia si Pria mulai bersuara “Kita punya masalah yang belum selesai kan?”

“Kamu masih tanya masalah kita, lalu 4 jam tadi itu apa” ucap si wanita getir “1 minggu kita udah ngga ada komunikasi, introspeksi pun bayarannya kayak tadi” tambahnya lagi.

“Kita udah sama-sama dewasa, kita tau mana yang bener dan mana yang salah. Aku capek kamu kayak gini terus” sesal si Pria.

“Apa kamu bilang, capek?? Iya capek karna punya 2 pacar dan sekarang bingung mana pacar yang harus dia pertahanin dan mana yang harus diputusin. Sekarang siapa yang kayak anak kecil?” si wanita mulai emosi.

“Semuanya jelas, kamu berubah Dis. Dokter baru itu udah berhasil jadiin kamu ngga lemah lembut lagi” ucap si Pria.

“Kamu masih percaya dengan omong kosong orang-orang tentang aku dan Dokter Allan, ngga perlu bawa-bawa orang lain buat jadi kambing hitam. Aku begini juga karna kamu, karna kamu yang sekarang semakin plin-plan dengan keputusan kamu sendiri Dri!” air mata si wanita akhirnya menetes.

Wajah si pria terlihat pucat, terlihat lelah karena pekerjaan dan merasa bersalah dengan pernyataan terakhir si wanita tadi. Dia pun perlahan-lahan melepas genggamannya, dan membiarkan si wanita pergi.
***

Disya.
Cinta itu bisa datang disaat waktu yang sama sekali tidak tepat. Bahkan menerima untuk dijadikan yang kedua adalah keputusan yang harus mampu dijalani. Aku Disya, umurku 22 tahun. Kehidupanku normal, bekerja sebagai seorang suster di rumah sakit, bisa membiayai hidup mandiriku di rumah kecil yang kutinggali bersama sahabatku dan juga satu tempat kerja denganku, Livi. Tapi tidak dengan percintaanku, aku memiliki pacar yang bernama Adrian, dia bekerja sebagai salah satu staf Accounting di sebuah perusahaan, aku adalah pacar ke-2nya. Iya pacarku memiliki 2 pacar, pacar pertamanya bernama Nara seorang guru Matematika di sebuah Sekolah Dasar, mereka telah menjalin hubungan hampir 4 tahun. Dan 10 bulan terakhir Adrian telah menjadikanku pacar ke-2. Orang yang mendengar ini pasti akan mengecap aku sebagai perebut pacar orang, meskipun sakit tapi aku berusaha kuat karna aku mencintai Adrian begitu pula dengan Adrian yang serius mencintaiku.
Pertemuan kami berawal saat kami masih sama-sama SMA, 2 tahun kami satu kelas. Saat itu aku telah lama memperhatikan Adrian dan tanpa kusadari aku menyimpan perasaan kagum padanya. Dan apa yang teman-temanku katakan dulu pun ternyata benar bahwa meskipun Adrian telah memiliki Nara tapi dia juga menyimpan perasaan yang sama padaku. Dulu aku tak ingin berbesar kepala, aku menampiknya karna aku menghormati dan menghargai perasaan Nara. Tapi semuanya berubah setelah aku dan Adrian kembali bertemu saat kami sudah sama-sama bekerja, pertemuan pertama kami di rumah sakit tempatku bekerja. Saat itu Adrian mengalami kecelakaan kerja yang mengharuskan dirinya untuk dirawat beberapa hari, ternyata saat itu aku yang menjadi suster yang merawatnya sampai dia sembuh. Nara yang saat itu masih pacar Adrian ternyata lebih sibuk memikirkan pekerjaannya dibanding Adrian. Aku melihat Adrian tak tega, sejak saat itu kami sering bertukar pikiran dan jujur dengan perasaan masing-masing. Tak kusangka saat Adrian sembuh, dia meresmikan hubungan kami agar lebih serius, awalnya aku menolak keras karna saat itu hubungan Adrian dengan Nara belum resmi putus. Butuh waktu hampir 2 bulan untukku memantapkan hati serta pikiranku untuk menerima Adrian.  Yang akhirnya menjadikanku menjawab ‘Iya’ adalah aku ingin membuktikan pada Adrian meskipun aku nantinya hanya dijadikan yang ke-2 aku berhak dicintai secara tulus, dan berusaha jadi yang terbaik tanpa sedikitpun menyakiti hati Nara.
Tadi kami bertengkar setelah 1 minggu sebelumnya tak ada komunikasi, Adrian mulai terlihat plin-plan dengan keputusannya memiliki 2 pacar. Dia dan Nara sendiri juga tengah bertengkar karena Nara ternyata berhubungan dekat kembali dengan mantan pacarnya. Posisi Adrian sulit jika harus memutuskan hubungan dengan Nara karna dia sendiri juga telah menduakan cintanya pada Nara. Ini juga pertama kalinya kami bertengkar seperti ini, Adrian telah salah paham dengan Dokter Allan, dokter baru dirumah sakit dan aku sering dijadikan suster pendamping untuk Dokter Allan. Dengan tugas itu otomatis aku dan Dokter Allan sering bekerjasama, hal inilah yang membuat Adrian cemburu dan salah paham.
Selama aku dan Adrian menjalin kasih, tak banyak yang mengetahui hubungan kami. Iya kami menyembunyikannya, karena sebagian orang yang mengenal Adrian tahu bahwa Nara-lah pacar Adrian, bukan aku. Tidak sedikit hal yang membuatku cemburu, mungkin sakit hati, tapi aku memahami ini sebagai sebuah resiko bahwa aku hanya dijadikan pacar ke-2. Waktuku bersama Adrian yang kami habiskan berdua seringkali tidak maksimal, karena ada Nara yang juga membutuhkan Adrian di kesehariannya.  Aku sangat mengerti resiko ini, meskipun cenderung menjadi objek pengalah tapi aku berusaha ikhlas.  

Adrian.
Butuh waktu lama buat gue naruh hati sama cewe, yakin bahwa gue cinta sama dia, dan siap nembak sampai ngelajanin hubungan. Gue Adrian, gue seorang workaholic dan hampir sebagian waktu gue seharian diabisin dikantor. Kerja bakal makin semangat disaat ada orang terkasih ada dibelakang kita buat support, gue pun bersyukur karena memiliki seorang Nara dan siap jadiin dia pendamping hidup gue buat selamanya. Tapi itu semua sedikit demi sedikit sirna ketika setahun terakhir Nara berubah, berubah makin buruk, dan gue ngga suka. Mungkin kalo cowo lain bakal langsung putusin kalo cewe mereka  kayak Nara, gue harus mikir ratusan kali dulu mengingat karakter gue tadi.
Disaat gue lagi dalam keadaan galau itu, Tuhan kirim cinta lama gue dulu di SMA, Disya. Pertemuan pertama kita itu di rumah sakit, ternyata dia suster disitu. Sikap lemah lembutnya saat ngerawat gue berhasil bikin gue jatuh cinta sama dia buat kedua kalinya, dan ya kita pun jadian. Tapi begonya gue, Nara belum gue putusin saat itu. Mutusin hubungan sama Nara itu ngga bisa gue lakuin dengan mudah, kedekatan keluarga gue sama keluarga dia adalah penghalang, bokap-nyokap Nara pasrahin Nara ke gue, apalagi bokapnya Nara lagi sakit keras sekarang, gue bener-bener ngga tega. Rasa bersalah udah duain Nara jelas ada.
Tapi soal jujur gue lebih cinta dan sayang sama siapa, Disya orangnya. Dia yang dulu gue kagumin diem-diem, sering jailin dia, caper juga dikit hhehe. Kepribadian sama karakternya udah bikin gue takluk deh. Untuk kapasitas cowo yang susah jatuh cinta kayak gue ternyata bisa punya 2 cewe juga. Siap gue dipanggil playboy.

***

Sepulang dari Cafe tadi Disya langsung masuk kamar, Livi yang sedang asyik didepan tv segera mendekati sahabatnya yang saat ini tengah menangis didalam kamar. Diusapnya pundak Disya sebagai tanda menyemangati. Disya langsung menghambur memeluk Livi.

“Tadi dia ngga putusin apapun, 4 jam itu bisu” kata Disya sembari menangis.

Livi hanya bisa tersenyum getir mendengar sahabatnya sakit hati seperti ini “Sekarang lu yang harus tegas Dis, udah jadi hak-lu buat ngambil keputusan. Selama ini lu udah terlalu sering ngalah!” tegas Livi pada sahabatnya itu.

Disya menghapus air matanya dan tak menjawab. Livi pun sudah dapat menebak apa yang ada dipikiran sahabatnya yang sudah dia kenal lama itu.

***

Dia masih dibelakang kemudi, pandangannya terkonsen pada jalan raya yang tengah dia telusuri, tapi tidak dengan pikiran dan hatinya yang kacau. Bayangan 2 wanita yang telah dia sakiti terngiang-ngiang. Air mata Adrian berada pada titik yang tidak dapat lagi dia tahan. Dia menangis, bingung,  dan menyesal.

***

“Ini pelajaran dalam cinta Dis” kata Desta menasehati, sementara tangannya sibuk meracik nasi goreng untuk sarapan pagi ini.

Disisi lain, Disya duduk dimeja makan sambil memainkan segelas susu didepannya. Pagi-pagi sekali dia datang ke apartemen kakaknya untuk meminta saran terhadap hubungannya dengan Adrian.

“Kamu sendiri masih cinta ngga sama Adrian?” tanya Desta masih sibuk memasak.

“Masih lah kak, kalo ngga juga aku ngga bakal mau dijadiin pacar ke-2 terus-terusan gini” jelas Disya.

Nasi Goreng pun telah siap, dihidangkannya nasi goreng tersebut untuk dia dan Disya, adiknya. “Kalo gitu jawabannya gampang, kamu ikutin kata hati kamu, hati kecil kamu, dimana dia jauh lebih peka dan tau tentang apa yang terbaik buat kamu” saran Desta, “Sekarang sarapannya dimakan yuk” lanjutnya sembari mengambil sepiring nasi goreng untuk Disya.

Disya tersenyum dan menganggukkan kepala menyambut saran kakak laki-lakinya itu, dinikmatinya sarapan bersama kakak tercinta dengan lahap.

***

“Hahahahahaha, gue kan udah pernah bilang. Punya pacar 1 aja udah bikin pusing apalagi 2” gurau Jamie dikantor siang itu.

“Eh gue seriusan nih” hardik Adrian pada sobatnya.

“Ealah, itu kan bikin lo biar flashback. Gimana lo dulu sampe akhirnya punya 2 pacar” jelas Jamie.

“Ya trus lo kasih saran ke gue, sepanjang jalan pulang kemarin gue tuh nangis gara-gara ini. Berasa banci banget” Adrian sedikit menahan malu.

Jamie tak heran melihat sohibnya ini menangis, Adrian memang lemah saat harus mengahadapi masalah dengan cinta. “Gini bro, lu punya nyokap kan?” tanya Jamie mulai serius.

Adrian menjawabnya dengan anggukan kepala.

“Nyokap lo seorang wanita yang udah berkorban nyawa buat ngelahirin lo ke dunia, karena beliau juga lo bisa sukses kaya saat ini. Sekarang coba lo bayangin, nyokap lo disakitin cowo?” tanya Jamie.

“Jelas gue ngga terima, gue juga bakal sakit hati” tegas Adrian.

“Okee, dan sekarang lo bayangin 2 wanita itu adalah nyokap lo!” pinta Jamie.
Adrian menangkupkan kedua tanggannya kewajahnya. Pikirannya menerawang.

“Inget Dri, jangan pernah nyakitin hati seorang cewe. Karena kalo sampe ngelakuin itu, lo sama aja nyakitin hati nyokap lo. Tentuin hati lo buat milih satu cewe diantara 2 itu” perintah Jamie “Masalah orang tua atau apapun pasti bakal ada jalan keluarnya” lanjutnya lagi.

Adrian tersenyum tipis “Thanks Jam, dari saran lo ini bakal gue jadiin acuan buat nyelesein masalah gue. Dan gue mohon lo bisa ikut bantuin gue”

“Pasti, lo itu sohib gue, pasti gue bakal bantuin elo” balas Jamie bangga. “Sekarang udah diputusin kan bakal pertahanin yang mana, Guru Matematika yang manis itu atau Suster Rumah Sakit yang lemah lembut?”

***

Sore itu bagai sebuah sidang dengan Adrian sebagai tersangka, dalam sebuah meja duduklah 2 orang wanita yang tengah berhadapan ada didepannya. Meja itu bulat, ketiga objek itu membentuk segitiga.

“Aku sengaja ngumpulin kalian disini” ucap Adrian membuka obrolan.

Kedua wanita itu yang tidak lain adalah Nara dan Disya hanya diam.

“Aku mau masing-masing dari kita jujur dengan isi hati dan pikiran. Apa aja yang selama ini menjadi sebuah hal yang belum diketahui atau bahkan disembunyiin buat 2 diantara kita” Adrian terlihat yakin dengan kata-katanya. “Bagi siapapun yang ingin memulai terlebih dahulu, silahkan!” sambungnya lagi.

Nara dan Disya masih diam, mereka masing-masing sadar tokoh protagonis sekaligus antagonis dalam hubungan ketiganya adalah Adrian. Untuk itulah biar Adrian membukanya terlebih dahulu.

Seakan sadar dengan sikap diam dari Nara dan Disya adalah sebuah perintah agar Adrian memulainya terlebih dahulu “Oke aku tau, aku yang memang harus memulainya”

“Aku memang jauh dari sempurna, apalagi untuk urusan hati dan perasaan. Aku akui aku payah” terangnya “Bahkan memutuskan untuk memiliki 2 pacar termasuk hal bodoh dalam hidup aku, aku terlalu mementingkan apa yang jadi kata hati aku. Aku mencintai kamu Nara, tapi rasa cintaku juga untuk kamu Disya” kata seorang Adrian.

Dia mengambil napas sejenak untuk kemudian melanjutkan ucapannya “Masa-masa dimana harus ada yang aku bohongi dan aku kuatkan, kalo kalian bertanya apakah aku menyesal. Aku sangat menyesal” Adrian tetap tenang meskipun perasaannya tak keruan “Nara, udah 4 tahun ini kita berjalan dalam satu hubungan cinta, aku sempat mempunyai keinginan untuk menikahimu. Tapi rasanya semua itu berubah sejak setahun terakhir kamu berubah, bukan seperti Nara yang dulu aku cintai. Maafin aku karna dari situlah aku mengambil keputusan untuk memacari Disya cinta lamaku waktu SMA dulu” jujur Adrian dengan hanya sesekali menatap Nara, dia lebih sering menunduk.

“Om Nico yang lagi sakit dan kedekatan keluarga kita adalah alasan kenapa aku ngga bisa mutusin kamu, aku takut jika nantinya semua itu pecah dan berantakan seperti halnya hubungan kita nanti”
Raut wajah Adrian kini berubah memucat, sejenak ditatapnya Disya begitu lekat “Dan kamu Disya, bisa memiliki kamu sebagai pacar aku sama halnya sebuah bantuan dan kado Tuhan disaat hubunganku dan Nara tak punya arah lagi. Biarpun orang yang tahu hubungan kita kamu adalah pacar ke-2, bagiku kamu adalah orang yang aku cintai dan kumiliki. Sikap berbesar hatimu menerima aku dengan segala resikonya membuatku semakin kagum” sebuah senyum hangat namun memiliki beban Adrian tunjukkan. “Maafin aku dengan segala hal yang membuat kamu sakit, marah, dan benci sama aku. Terimakasih buat balasan cinta kamu kepadaku” aku Adrian.

“Aku menerima jika aku dicap playboy. Namun dari situlah aku membayangkan mamaku, aku tak ingin menyakitinya sama seperti aku menyakiti kalian” terbesit perasaan lega dengan semua hal yang selama ini mengganjal hati dan pikirannya.

Seperti tanpa dikomando, 5 menit setelah Adrian menyudahi kejujurannya. Nara kemudian membuka suara “Aku melihat kita disituasi seperti ini adalah sama halnya bayangan yang sempat ada dipikiranku dulu, Aku bukan orang yang pintar membaca pikiran dan hati orang lain, tapi rasanya 4 tahun itu cukup buat aku mengenal kamu Adrian dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sampai akhirnya aku bertemu sebuah titik dimana perasaanku sudah mulai kacau, bimbang, dan sama sekali ngga aku mengerti. Aku memiliki pacar, namun perasaan cintaku ini untuk siapa aku ngga tau. Bukan salah kamu juga jika kamu harus mendua, ini tentang komunikasi yang salah, dan kita sama-sama diam tak berani mendahului untuk mengakhiri cinta” kata Nara bijak.

“Perasaan cinta kamu ke Disya pun udah bisa aku tebak saat kita masih di SMA, tapi aku buang pikiran itu karena aku yakin kamu akan terus serius berhubungan sama aku sampai nanti aku akan menyandang namamu sebagai nama suamiku. Titik itu memunculkan jawaban, dengan hambarnya hubungan kita” Nara tetap tenang “Setahun terakhir yang kamu bilang itu juga, aku bertemu dengan cinta pertamaku Lio. Kami dekat kembali, bahkan saat ini kita sudah menyiapkan sebuah pesta pertunangan. Tentang Papa maupun keluargaku menyerahkan semuanya padaku, sayangnya waktu kita untuk mengakhiri hubungan baru bisa kita lakuin sekarang” pernyataan Nara ini sontak membuat Adrian dan Disya kaget. “Kata terakhirku untuk hubungan cinta kita adalah maaf dan terimakasih”

“Kita sama-sama perempuan Dis, aku bisa ngerti perasaan kamu, perasaan cinta kamu ke pacar aku dari dulu itu udah bikin kamu begitu sakit kan. Padahal kalo kalian dari dulu saling jujur pun aku siap mundur bahkan akan aku bantu kalian. Maafin aku Dis karena secara tidak langsung posisiku telah membuat kamu sakit, dan terima kasih karena kamu mampu bikin Adrian memperjuangkan kamu secara tulus” Nara kemudian mendekat pada Disya, dipeluknya ia erat. Sebuah pelukan persahabatan membuka jalan bagi mereka, digenggamnya tangan Disya dan Adrian untuk akhirnya ia satukan “Maaf yaa, aku sempat jadi penghalang dalam hubungan kalian. Mulai detik ini, penghalang itu udah ngga ada lagi. Maka dari itu kalian harus terus bersatu, aku doakan kalian juga akan segera menyusulku seperti aku dan Lio.

Adrian dan Disya masih terus dalam keterkejutannya melihat sikap Nara yang ternyata berbesar hati mendukung hubungan mereka.

Setelah Nara kembali ketempat duduknya, kini Disya pun bersiap dengan kejujuran hati dan pikirannya, tak sadar dia telah mengeluarkan air mata haru dengan apa yang Nara lakukan kepadanya. “Nara yang dulu sampai saat ini, baru aku bisa lihat ternyata hati kamu begitu luar biasa” Disya mengusap air matanya.

“Melihat kamu dan Adrian dulu sewaktu SMA begitu serasi dan setelah kita lulus, aku pun seringkali menunggu undangan pernikahan kalian datang untukku. Bahkan aku sempat iri melihat hubungan kalian yang begitu kompak” puji Disya “Dan mencintai pacar orang lain sesungguhnya dosa untukku, aku menampik dan membuang jauh-jauh perasaan itu. Tapi itu kini berbeda, sampai akirnya saat ini aku bisa memiliki Adrian sebagai pacarku. Perasaan bersalah kepada kamu masih terus menghantui aku” tatapan Disya terus tertuju kepada Nara “Menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian adalah pilihan karena ternyata perasaan cinta ini kepada Adrian telah melawan segalanya, tapi dari sinilah aku belajar, belajar bagaimana mengalah untuk orang yang dicintai, kuat dari apa yang telah membuat sakit, menghargai perasaan sesama perempuan, dan sikap menghormati kepada lelaki yang dicintai” terang Disya “Maafin aku yang telah mencintai pacar kamu, dan terimakasih untuk dukungan kamu Nara yang bahkan tidak pernah aku duga sebelumnya” 

Nara mengangguk dan tersenyum pada Disya.

Kini tatapan Disya beralih pada Adrian “Bisa memiliki kamu sebagai pacar adalah impian yang menjadi nyata, aku bersyukur pada Tuhan. Dari sana pula kini aku berani bermimpi, meskipun dengan status pacar kedua aku ikhlas, karena aku yakin rasa cinta kamu itu tulus, sikapku yang selalu tegar saat harus mengalah tidak selamanya itu nyata. Tanpa kamu tahu, aku sering menangis dalam ungkapan hatiku yang sakit, tapi aku tak mau egois karna aku sadar akan posisi dan resiko yang harus aku hadapi” Air mata Disya pun tumpah. “Dan jika ada orang lain yang menganggap kamu playboy, bagiku Adrian bukan playboy, dia cuma ngambil keputusan di waktu yang salah”

“Dari situasi kita bertiga ini aku belajar kembali, bahwa cinta itu harus diiringi kejujuran, sikap berbesar hati, dan saling pengertian satu sama lain. Seminggu dan waktu yang berlalu sampai bertemu saat ini, aku mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan kita Adrian. Aku memang masih sangat mencintai kamu, tapi kedewasaan kita belum sampai pada titik yang memang mantap. Jika memang nantinya kita berjodoh, biarlah Tuhan memberikan jalan dan waktunya secara tepat. Tanpa kita paksa” Kalimat ini seakan sebuah batu besar yang menghujam Adrian, bagaimana bisa diwaktu yang bersamaan dia menyudahi hubungan dengan Nara yang sudah tak dicintainya lagi dan disudahi hubungannya dengan Disya orang yang saat ini sangat ia cintai.

Tema dari pertemuan mereka ini adalah rasa campur aduk antara takut, tegang, dan gugup. Prolog itu kejujuran mereka masing-masing, Klimaks adalah saat dimana hubungan cinta segitiga ini diputus, Anti-Klimaksnya saat Adrian akhirnya menerima untuk melepas Disya meskpiun dengan berat hati, Epilognya adalah pada akhirnya semua menjalani hidupnya dengan bersahabat.

_a.d.a_

Comments

Popular posts from this blog

Happy Batik Day

source: http://www.pinterest.com/jojomiro/batik-et-peinture-sur-soie/ Teruslah menjadi warisan budaya yang tak pernah lekang oleh zaman.. Aku bangga Batik Indonesia _a.d.a_

Cerpen: Dalam Secangkir Vanilla Latte

“...Another aeroplane Another sunny place I’m lucky, I know But I wanna go home Mmmm, I’ve got to go home Let me go home I’m just too far from where you are I wanna come home And I feel just like I’m living someone else’s life It’s like I just stepped outside When everything was going right And I know just why you could not Come along with me This was not your dream But you always believed in me...” Alunan musik jazz beriring dalam irama lagu dari Michael Buble, sore itu hujan. Cafe yang tadinya lengang berubah padat, seiring dengan pengunjunng yang ingin berteduh sembari menikmati makanan atau hanya sekedar meneguk kopi. Shera berlari menuju cafe, dijadikannya tas yang dia bawa untuk menutupi kepalanya agar tidak terkena air hujan. Sesampainya didepan cafe, dia mengelap baju dan anggota tubuhnya yang terkena air hujan dengan tangannya sendiri. Masuk dan menemukan tempat kosong dipojok cafe dekat jendela. Selesai memesan dia mulai mengambil alat g...

Cerita Kota Kelahiran: PURWOKERTO Part #1 SEJARAH

source: www.banjoemas.com Setelah hampir 23 tahun lahir dan besar di kota ini, aku ngerasa perlu banget buat cerita tentang kota dengan julukan Kota Ngapak ini secara lebih mendetail disini. Dulu sebelum memutuskan untuk berkuliah di luar kota dan akhirnya meninggalkan jejak di kota lain selama hampir 4 tahun akhirnya bisa ngerasain yang namanya “Kangen Kota Kelahiran”, karena semewah dan semenarik apapun kota perantauan, masih tetap ngangenin kota sendiri. Okay kali ini aku akan cerita kota Purwokerto dari sisi sejarahnya dulu. Nama Poerwakerta atau Purwakerta diambil dari kata "Purwa" yang konon diambil dari nama sebuah negara kuna di tepan Sungai Serayu "Purwacarita" yang bermakna "Permulaan" dan "Kerta" yang diambil dari nama ibukota kadipaten "Pasir" yaitu "Pasirkertawibawa" yang bermakna "kesejahteraan" sehingga Poerwakerta bermakna Permulaan Kesejahteraan. Kota ini merupakan salah satu ko...