Pagi ini lorong rumah sakit mendadak ramai oleh
suara dorongan brankart yang tengah menuju ruang ICU, ada badan tergolek lemah
diatas sana, di tangan kanannya menempel sebuah tangan kekar yang tengah
memegang erat. Yang sedang memberi kekuatan agar semua berjalan dengan harapan
semua orang, semua akan baik-baik saja.
Kini brankart telah masuk kedalam ruangan yang
dituju. Kedua tangan itu pun berpisah didepan ruangan ICU, Dokter mulai masuk
untuk menanganinya.
***
Randi terduduk lemas menunggu kepastian di kursi
koridor depan ruang ICU, kedua tangannya mengepal kuat menyangga kepalanya.
Sebait doa terlontar lirih dari mulutnya, berharap kondisi Jenni istrinya yang
saat ini tengah berjuang untuk melawan penyakitnya akan sembuh dan mereka bisa
pulang kerumah kembali dengan senyum bahagia. Senyum dua orang terkasih yang
kini telah menjadi sepasang suami istri.
***
Flashback 7
tahun yang lalu
Suara sorak ramai para siswa di sekolah semakin riuh terdengar, ini jam
istirahat sudah tentu hampir semuanya berada diluar kelas. Sementara ditengah
lapangan basket berdiri Jenni tengah menunggu kepastian akan cintanya terhadap
Randi dapat terbalas
“Terima,
terima, terima” suara dukungan semua siswa yang melihat acara penembakan Jenni
kepada Randi. Dari mulai yang berada dilapangan sampai dikoridor lantai-lantai
atas sekolah memandang tengah lapangan.
Ini merupakan momen pertama dalam hidup Jenni harus mampu melawan rasa
malu demi mengungkapkan isi hatinya terhadap laki-laki yang sudah 2 tahun ini
mengisi hatinya. Kostum yang dia pakai sungguh lucu, kostum ala cheers dengan
bando kelinci bertelinga panjang dan terkalung sebuah karton berukuran besar
dibagian depan dan belakang tubuhnya, disana tertulis AKU CINTA RANDI pada
bagian depan dan disisi lainnya terhias berbagai tanda-tangan para teman-teman
satu sekolahnya yang mendukung agar mereka berpacaran.
“Gimana Ran,
kamu udah bisa liat usaha aku kan. Ini belum seberapa aku masih punya kejutan
lain buat kamu” suara lantang Jenni masih terdengar samar karena kalah dengan
suara riuh siswa satu sekolah.
Randi yang
sedari tadi diam dan merasa sedikit malu karena ini juga pengalaman pertama
kalinya ditembak oleh seorang wanita yang dengan pedenya dilakukan didepan
semua siswa satu sekolah. “Apa yang kamu suka dari aku” tanyanya.
Jenni menjawab sedikit gugup “Kamu itu tipe cowo
aku Ran, hampir semua yang ada sama kamu aku suka. Udah 2 tahun aku nyimpen,
mungkin sekarang saatnya kamu tau”
Randi memang idola para cewe di sekolah, selain salah satu anak basket
yang tampan perangainya yang sedikit cuek tapi cool adalah daya tariknya juga.
Tidak heran selama ini banyak cewe-cewe disekolah yang mengaguminya, tidak
terkecuali Jenni cewe yang cenderung ngga bisa diam dan banyak akal ini adalah
cewe pertama yang berani menembaknya didepan banyak orang.
Setelah
hampir 5 menit Jenni dan semua orang menunggu jawaban dari mulut Randi, dia pun
membuka suara “Aku ngga tau apa yang sekarang aku rasain, jujur aku spechless
karna ini pertama kalinya dalam hidup aku ditembak sama cewe” Randi menggantung
ucapannya, Jenni masih berkonsentrasi mendengar jawaban dari Randi. Semua orang
menanti apa yang akan diucapkan Randi.
“Dan yang
bikin aku makin ngga percaya adalah cewe yang nembak aku adalah cewe yang juga
aku cintai” Randi melanjutkan jawabannya dengan mantap.
Jenni masih
sedikit bingung dengan kalimat terakhir yang diucapkan Randi “Maksud ucapan
kamu yang terkahir tadi itu apa”
Randi
mengangkat kedua tangan Jenni lalu mengenggamnya dengan erat “Jenni, aku mau
jadi pacar kamu karna aku juga cinta sama kamu” senyum lepas terlihat dari
wajah lelaki tampan itu.
Antara percaya dan tidak Jenni terlihat meneteskan air mata harunya,
dia sangat bahagia dengan kalimat yang bahkan tidak sempat dia bayangkan
sebelumnya. Lelaki yang dia perjuangkan selama 2 tahun ini ternyata juga
mencintainya. Cinta Randi tumbuh kala melihat seorang Jenni menjadi relawan
disebuah panti asuhan disetiap minggunya, belum lagi keaktifannya dalam ekskul
PMR serta kegiatan sosial lainnya yang diam-diam sangat diperhatikan oleh
Randi. Wanita-wanita lain yang selama ini menyatakan cinta kepadanya tidak ada
yang seistimewa Jenni, Jenni-lah yang paling berbeda dan dia suka.
Hubungan mereka berlangsung hampir 7 tahun diiringi dengan tawa, sedih,
haru, dan semua yang bahkan hanya mereka berdua
yang bisa membuatnya terjadi. Segala masalah yang datang bisa mereka
lalui dengan sikap kedewasaan masing-masing sampai akhirnya jalan panjang
mereka terjawab 1 tahun lalu yaitu hubungan mereka akhirnya disahkan dalam
sebuah ikatan sakral pernikahan.
***
Bayangan masa lalu itu sirna, sesaat Randi mulai mendengar langkah kaki
dari beberapa orang yang tengah menuju padanya, Mama dan Papanya, Tante Lucy
dan Om Sandy mertuanya, serta Tante Virna. Tante Virna, sosok yang luar biasa
dalam hubungan dirinya dengan Jenni melihat Randi dengan tatapan menguatkan.
Dipeluknya
tante Virna dengan erat “Pagi ini bagai mimpi buruk tante, aku bangun Jenni
udah ngga sadar, badannya dingin, aku ngga tau ini apa artinya”
“Iya Ran
iya, tante bisa ngerasain apa yang kamu rasain. Kamu harus kuat, terus berdoa,
dan optimis Jenni akan baik-baik aja” Ucap Tante Virna tegar.
Air mata keduanya menetes, tak lama dokter keluar dari ruangan.
Kepastian akan keadaan Jenni saat ini membuat semua menunggu.
Randi segera menghampiri dokter, dia menunggu kata-kata yang keluar
dari sang dokter adalah sebuah harapan menuju kebahagiaan meskipun itu kecil
kemungkinannya.
Dokter Absyi
menghela napas, lalu tangannya kanannya memegang bahu Randi “Maafkan kami
saudara Randi, kami telah berusaha dengan kemampuan maksimal kami tapi Kehendak
Tuhan memiliki jawaban yang lain”
Jawaban dokter yang berupa kiasan tak langsung ini sebenarnya sudah
jelas. Mimpi buruk itu benar-benar nyata.
“Itu artinya
nyawa Jenni??” tante Virna berusaha meyakinkan dirinya.
“Jenni telah
tiada bu, penyakitnya yang kini kambuh kembali ternyata sudah begitu kuat
menjalar. Jenni sudah tidak mampu melawannya lagi” ucap Dokter Absyi.
Penjelasan dokter seakan menjadi petir bagi semua orang yang mendengarnya,
apalagi bagi Randi ini bukan hanya petir tapi seakan akhir dunia. Dia segera
lari menuju kedalam ruang ICU, dilihatnya tubuh orang yang begitu dicintainya sudah
tergolek kaku. Didekatinya lalu ia pegang kepala Jenni dengan kedua tangannya.
“Jenni, Jenni bangun, bangun sayang aku disini
kamu harus bangun, kamu udah janji kamu akan kuat dan sembuh. Jenni buka mata
kamu, buat mereka percaya kalau kamu itu masih ada, masih ada buat semuanya
Papa kamu, Mama kamu, Papa-Mamaku, dan Tante Virna. Kita semua sayang kamu
Jenni ayo bangun” Randi berusaha begitu keras agar istrinya bangun.
Tangis semua orang yang ada di ruang ICU pecah melihat usaha Randi yang
tidak rela istrinya tercinta pergi
selamanya, dia terus berusaha membuat Jenni terbangun dari tidur abadinya itu.
Sungguh perjuangan cinta yang mengharukan tergambar jelas pagi itu.
“Jenni, jangan pergi” suara Randi semakin melirih, air
matanya deras mengalir sepertinya usahanya sia-sia Jenni tak sedikitpun membuka
mata.
“JENNIIIIII”
teriak Randi begitu kuat, tangisnya keluar sejadinya. Dia kini telah
benar-benar kehilangan separuh dari jiwanya. Orang yang begitu dia cintai,
pasangan hidup yang sangat luar biasa memang sudah tak ada.
Wajah pucat Jenni kini terlihat sangat cerah, telah lepas darinya rasa
sakit yang 4 tahun ini dia lawan. Dia sakit Leukimia sejak 2 tahun hubungannya
dengan Randi terjalin, selama itu pula Randi tak pernah beranjak dari sisi Jenni
dia selalu ada untuk menguatkan, menjadi organ tubuh pengganti bagi Jenni
ketika lemah, ikut merasakan sakit yang selalu menghampiri Jenni, menemani
Jenni disaat pengobatan, dan berbagai pengorbanan lain Randi yang begitu luar
biasa.
Sampai akhirnya keadaan Jenni membaik meskipun belum optimal. Randi
memutuskan untuk melamar Jenni, dia yakin bahwa Jenni adalah cinta terakhirnya,
cintanya pada Jenni yang begitu abadi yang bahkan sulit untuk dia percaya.
Mereka menikah disaat Jenni divonis sembuh, Berkah Tuhan yang begitu
luar biasa bagi mereka berdua. Jenni dapat merasakan hidup normal kembali setelah
harus terpuruk karna sakit, sedangkan doa dan usaha Randi selama ini agar Jenni
sembuh terbayar sudah. Kebahagian merekapun kian bertambah setelah menikah, tak
lama Randi mendapat pekerjaan dengan posisi jabatan yang bagus.
Tapi kebahagiaan itu mulai terusik setelah 1 bulan terakhir penyakit
Jenni kambuh kembali bahkan jauh lebih ganas, hal ini membuat Randi khawatir
setiap hari tapi tidak dengan Jenni, ia terlihat jauh lebih tegar dibanding
sebelumnya. Sakit yang luar biasa memang setiap saat bisa ia rasakan, tapi ia
mencoba kuat karna dia yakin sesakit apapun yang dia rasakan telah ada Randi
suaminya yang berdiri sebagai sumber kekuatan baginya, dia harus kuat dan
meyakinkan semuanya agar baik-baik saja. Apalagi untuk Tante Virna, wanita yang
merawatnya hampir 14 tahun sejak Papa dan Mamanya bercerai, wanita yang sudah
dia anggap ibunya sendiri, kasih sayang yang begitu besar ia curahkan. Menjadi
lilin yang sangat terang cahayanya disaat jiwa Jenni tengah meredup.
***
Kemarin malam, saat Randi pulang kerja. Jenni menyiapkan candle light dinner untuk mereka berdua,
banyak kesan yang Jenni berikan. Dari candanya, tawa lepasnya, rasa bersemangat
dalam menceritakan sesuatu, sorot mata beningnya, wajah cantik Jenni yang
sangat berbinar , dan membuat Randi sejenak tak bisa percaya bahwa wanita yang
sempurna didepannya kini telah menjadi istrinya selama 1 tahun ini, dia yang
selalu dicinta dan juga akan selalu mencintainya.
Setelah
selesai, Jenni membersihkan semuanya didapur sementara Randi duduk tenang di
sofa ruang tengah.
Jenni datang
dari arah belakang dengan meraih leher Randi untuk dipeluknya “Aku sangat
mencintaimu, dan akan selalu mencintaimu. Meskipun ini kata cinta terakhir yang
aku ucapkan, aku pastikan ini adalah kata cintaku yang akan abadi. Tidak pernah
berubah sedikitpun”
Mungkin ini memang benar, Jenni seakan telah memiliki firasat bahwa ia
akan pergi. Dan memberi tanda pada Randi.
***
Kini seminggu sudah Jenni pergi, Randi mulai menguatkan hatinya untuk
memasuki kamar mereka setelah selama kurun waktu sejak Jenni pergi ia merasa
tak bisa jika harus masuk kedalam kamar mereka berdua, hatinya terlalu pedih
dan berduka amat dalam. Ia tak sanggup.
Perlahan ia membuka lemari pakaiannya, melihat isinya sejenak.
Diambilah atasan jas yang akan ia kenakan hari ini untuk datang ke Panti,
seperti minggu-minggu biasanya dia datang bersama sang istri tercinta namun
kali ini dia harus berbesar hati untuk datang sendiri. Dipakainya jas tersebut
sambil melihat kearah cermin, tangannya masuk kedalam saku sebelah kanan
ditemukannya secarik kertas. “Surat Adopsi” bacanya dalam hati. Dibawahnya
tertera tanda tangan Jenni sebagai ibu adopsi, namun tempat tanda tangan bagi
ayah adopsi masih kosong. Dengan segera ia keluar dari kamar dan bergegas masuk
mobil untuk mendapat kejelasan dari surat tersebut.
Ternyata Jenni telah lama menginginkan salah satu anak dari Panti untuk
ia adopsi, dan 2 minggu yang lalu ia meminta surat itu dari Ibu Kepala Panti
dia juga telah memilih anak yang ingin dia adopsi. Entah Jenni lupa atau
sengaja dia menaruh surat itu di saku jas Randi tapi ini bagaikan sebuah amanah
dari Jenni untuk Randi. Bayi berumur 3 bulan yang baru saja ditinggalkan orang
entah siapa didepan Panti dan diberi nama Cherry menjadi malaikat kecil bagi
Randi untuk meneruskan hidupnya meskipun tanpa Jenni disampingnya. Diapun
akhirnya melaksanakan amanat istrinya ini. Cherry kini menjadi anak angkatnya,
dia rawat dan dia berikan kasih sayang dengan sepenuh hati. Cherry begitu
cantik perangainya, sorot matanya yang begitu bening mengingatkan akan pemilik
mata indah seorang Jenni wanita yang sangat ia cintai.
“Sayang, saat ini aku tak merasa sendiri lagi sejak kamu pergi. Karna
Tuhan telah menitipkan Cherry anak kita. Aku akan menyayanginya dengan seluruh
raga dan jiwaku, mencintainya seperti aku mencintaimu. Aku adalah Papa dan aku
suamimu, karna kamu akan selalu menjadi istriku satu-satunya dan takkan pernah
ada yang bisa menggantikannya. Cintaku abadi padamu” Ucap Randi didepan foto
pernikahannya bersama Jenni.
Adapted from
one of my favorite song.
_a.d.a_
Comments
Post a Comment