Skip to main content

Cerpen: 27


Sesaat kuciumi punggung tanganku sendiri, merasakan wangi parfum yang begitu kukenal. Bukan dari indra penciumanku saja tetapi juga hatiku. Parfum khas dari seseorang yang 30 menit lalu baru saja pergi meninggalkanku untuk sebuah hal yang tak kumengerti di negeri seberang sana.
“Aku cuma pergi sebentar, dan aku janji aku akan pulang dengan membawa kebahagiaan untuk semua” itulah kata-kata terakhir yang ia ucapkan sebelum akhirnya dia menarik kedua  tanganku lalu menciuminya satu persatu.
Dia baru mengatakan bahwa dia akan take off hari ini 2 hari yang lalu, aku tak heran dengan sifat penuh kejutannya ini karena selama kami berpacaran hampir 5 tahun hari-hari kami disaat bersama pasti ia isi dengan kejutan-kejutan yang tak pernah kuduga. Aku tidak pernah heran tapi aku kagum, dia yang dulunya kukenal sangat pendiam ternyata merupakan orang yang memiliki ide-ide luar biasa dan itu nyata. Dia lah si penuh kejutan yang membuatku jatuh cinta, Azka.
                Pagi ini kubuka kedua mataku dengan doa. Suara bising dari luar kamar terasa jelas kudengar. Pintu kamarku terbuka, diiringi dengan nyanyian selamat ulang dari 2 orang malaikat kecil yang mulai memasuki kamarku. Aku sedikit kaget meskipun pada akhirnya aku tersenyum bahagia karena kuingat hari ini adalah hari dimana usiaku tepat 25 tahun.
“Selamat Ulang Tahun Bunda” sahut suara nyaring dari kedua bocah tersebut sesaat setelah lagu selesai dinyanyikan.
Kubenarkan posisiku untuk duduk, mereka pun naik ke atas ranjangku. Kuambil kue ulang tahun yang sedari tadi dipegang oleh kedua tangan mungil Audrina.
“Ayo bunda tiup lilinnya sekarang”  kata Andre bersemangat, aku tersenyum kemudian menurutinya.
Kuciumi satu persatu malaikatku itu, Andre dan Audrina mereka adalah anak angkatku dan Azka. Yaa inilah salah satu kejutan yang Azka berikan 3 tahun lalu saat mengambil keputusan untuk mengadopsi anak kembar ini dari rumah sakit tempatnya bekerja, aku sempat dibuat kelimpungan karna kami berdua belum menikah belum lagi kesiapanku. Tapi atas keyakinan yang Azka berikan akhirnya aku menerimanya, saat ini anak-anak kami berusia 4 tahun.
“Kue ini kado dari kami buat bunda” kata Audrina bersemangat.
“Iya sayang, makasih yah. Bunda seneng banget karna kalian adalah dua malaikat bunda yang bikin surprise pertama kali dihari ini” jawabku haru.
“Kalo ini kado dari ayah” Andre memberikan sebuah kotak berukuran sedang kepadaku.
Aku menerima kemudian membukanya, aku dibuat terheran dengan isi dari kotak ini. Di dalamnya justru terdapat remote televisi kamarku.
Aku memandangi kedua buah hatiku dengan tatapan bingung.
“Nyalain tvnya bunda” pinta Andre.
Aku pun menurut, dan tak kusangka saat tv kunyalakan disana terlihat Azka tengah tersenyum menatapa kami lewat video call.
“Happy Birthday Bunda Drizella” teriaknya riang diujung sana.
Aku tersenyum senang “Terimakasih Ayah Azka, terimakasih juga buat Andre dan Audrina. Bunda bersyukur bisa memiliki kalian”
“Ayah, kado dari Ayah apa dong buat Bunda” celetuk Audrina polos.
“Masih rahasia dan mungkin butuh waktu untuk ayah berikan ke bunda, tapi yakinlah kado ini akan menjadi kado terindah untuk kita berempat” sahut Azka yakin.
“Janji ya Ayah” kata kami kompak.
“Janji” jawab Azka sambil mengacungkan kelingking tangan kanannya.
***
Pagi ini aku siap menjalani hari dengan bekerja, sesampainya di kantor ternyata ada surprise dari teman-teman kerjaku. Nyanyian Selamat Ulang Tahun menyambutku sebelum aku duduk di meja kerjaku.
Katrina teman akrabku melemparkan senyum saat membawakan kue ulang tahun untukku “Happy Birthday my dear Drizella, we wish you nothing but the best”
Untuk kesekian kalinya aku bersyukur bahwa disaat aku bertambah usia, Tuhan mengirimkan aku pada orang-orang yang begitu menyayangiku”
“Thankyou so much dear, dan Makasih buat kalian semua” jawabku senang. Kemudian kutiup lilinku untuk kedua kalinya dihari ini.
***
Siangnya aku mengajak seluruh teman-teman kantor untuk makan siang bersama, menjalin lagi keakraban disaat aku berulang tahun, kita tinggalkan sejenak rutinitas kantor yang melelahkan.
Kami semua duduk di meja panjang Restoran.
“Azka gimana, dia ngasih apa” tanya Katrina yang duduk disampingku.
“Dia belum kasih apapun, masih rahasia katanya” jawabku.
“Emang gitu yah punya pacar yang seneng banget kasih surprise, harus ada rahasia-rahasiaan dulu” Katrina meledekku.
“Selalu gue anggep ini kayak latihan kesabaran buat hal-hal yang ngga bisa kita prediksi” kataku tertawa.
***
2 hari berlalu sejak hari Ulang Tahunku, selesai mengantar 2 buah hatiku ke sekolah mereka. Aku langsung meluncur ke kantor.
Sebelum aku duduk aku dibuat bingung dengan keadaan mejaku pagi ini, ada satu buket bunga Lily tergeletak manis, kuhirup aromanya beberapa lama kemudian kuraih surat kecil yang tergantung disalah satu bagiannya.

Good Morning sweety, Have a nice Day =)
                                                                                                                                Love, Azka.

Ternyata bunga Lily ini kiriman darinya, Azka kekasihku. Tak terasa sudah 80 jam dia tidak berada disisiku, sedang apa dia sebenarnya.
Aku mengambil ponsel dari dalam tasku sesaat setelah kudengar ada sebuah panggilan.
“Halo” kataku.
“Halo sayang, udah sarapan?” sapanya diseberang sana.
“Udah tadi sama anak-anak, makasih yah buat kiriman semangat pagi ini” sahutku tersenyum.
“Dengan senang hati untuk kekasihku tercinta, aku melewatkan hari ini dengan lagu-lagu favorit kita. Oh iya jangan lupa buat kasih yang terbaik untuk para pembaca rubrik kamu edisi depan” ucap Azka sembari memandangi foto dirinya dengan Drizella.
“Pasti sayang, akan ada inspirasi yang masuk karena kamu disitu” ledekku.
“Okee, selamat bekerja yah. Jaga anak-anak dan tentunya dirimu juga” pesan Azka bahagia.
“Iya, semangat dan amanat ini buat kamu selalu. Selamat Tidur sayang, I Love You” kataku.
“Love you too” jawab Azka menutup pembicaraan.
Sejurus kemudian aku menyalakan komputer didepanku dan mulai terkonsen dengan pekerjaanku. Menjadi salah satu pengisi rubrik artikel dari majalah yang menjadi sumber penghasilanku di kantor ini. Penulis, cita-cita yang sedari kecil melekat dari diriku dan aku sangat terobsesi akan ini. Dari cita-cita ini pula aku bisa bertemu Azka, seorang dokter muda yang saat itu menjadi narasumber saat aku membuat artikel kesehatan. Kami sudah saling kenal saat masih kuliah, aku anak Bahasa dan dia anak Kedokteran, dia saat itu begitu pendiam dan sangat akrab dengan buku-buku bacaannya membuatku berpikir akankah bisa berteman dengannya. Melihat diriku yang cenderung aktif dengan aktivitasku dikampus dan baru bisa duduk tenang saat didepan laptop untuk menulis.
Saat saling berpapasan tak sengaja, kami hanya saling melempar senyum. Ketika sudah sama-sama bekerja barulah kami menyadari ada bagian dari diri kami yang belum terkuak, kami saling jatuh cinta. Aku menerima cintanya ketika kami berada disebuah lift yang terjebak macet di Rumah Sakit tempat Azka bekerja. Sebuah awal kisah cinta konyol dan dari sana pula aku mulai mengenali Azka bukan sebagai temanku yang dingin, tapi kekasihku yang memiliki jutaan ide di otaknya.
***
Membuat kue adalah hobiku selain menulis dan memasak. Seringkali Azka dengan sengaja memintaku membuatkan Tiramisu favoritnya, dan kali ini aku akan membuat cupcake pesanan anak-anakku. Telah kupersiapkan semua bahan maupun alatnya.
1,5 jam berlalu, aroma harum cupcake mulai menyerbak seisi dapur. Langkah mungil Audrina ketika baru pulang Sekolah menyambutnya.
Dia memandangi loyang yang baru saja kuangkat dari oven, tangan jailnya mulai bergerak.
“Eits nanti dulu sayang, ini masih panas” peringatku halus.
Wajahnya berubah jengkel.
“Nanti Bunda antar keruang tv, sekarang kamu ganti pakaian kamu dulu” perintahku sambil mencolek hidungnya gemas.
“Siap!” sahutnya bersemangat, sejurus kemudian dia berlari naik menuju kamarnya.
***
Kini diruang tv terhidang cupcake serta beberapa buah tropis untuk menemani kami bertiga menonton televisi. Sore yang begitu ceria dirumahku, biasanya saat Azka sudah pulang kerja kami seringkali jalan-jalan sore mengitari komplek, tapi hari ini cukup didalam rumah karena Azka masih berada jauh disana.
Memang Andre dan Audrina tinggal dirumahku, tapi waktu mereka bersama Azka tidak pernah kurang. Setiap pagi kami semua diantar Azka untuk ke sekolah dan ke kantorku, bila Azka sudah pulang kerja pun kami semua berkumpul dirumahku.
Aku terkonsen dengan majalah yang aku baca sambil sesekali mengalihkan pandangan kearah televisi dimana acara favorit anak-anakku tengah diputar.
***
Waktu sudah menunjukkan tengah malam, aku masih asyik didepan laptop menyelesaikan tiap rangkaian cerita di novel ketigaku. Secangkir Vanila Latte menemani disampingku.
1 jam setelahnya akhirnya ending dari novel ini mulai kutata, dan butuh beberapa revisi kecil di esok hari.
Kuarahkan pointer pada Aplikasi Skype, ada seseorang yang kurindukan ingin kusapa.
Begitu melihat dirinya didepan sana aku sontak tertawa. Kadang kami memang menjadi pasangan aneh karena sama-sama konyol jika sudah mengobrol seperti ini. Tapi ini yang aku suka.
“Haha Azkul, lagi apa kamu” tanyaku dengan panggilan meledek.
Dengan wajah sedikit dipolos-poloskan dia menjawab tenang “Drizull belum tidur? Gimana novelnya?, aku lagi main The Sims 3 nih kamu malah ganggu”
“Azkul curang ih, disitu kerjaannya nge-game. Pulang buruan sini sebelum aku diculik Pangeran trus dibawa ke Istana” hardikku jail.
“Biarin kamu selingkuh sama Pangeran, disini juga aku banyak cewe-cewe bule yang cantik yang pasti mau jadi pacarku juga”
Ekspresiku mulai berubah ketika Azka jauh lebih pintar meledekku. “Awas aja kalo kamu berani selingkuh disana” ancamku serius.
“Yah, Drizull sewot hahahaha” tawa Azka memecah malam.
“Ayoo buruan pulang, kasian pasien-pasienmu tuh nungguin” ucapku.
“Pasien-pasienku atau kamu??” ledekknya sambil mengerlingkan mata.
“Kalo aku mah jangan ditanya, kangenku ngga keitung ke kamu” jawabku mantap.
“Yaudah tunggu aku yah, tugas kamu disana doain aku” pinta Adrian serius.
“Pasti, oh ya ending dari novelku sedikit berubah kul” jawabku.
“Tuh kan, labil lagi” oceh Azka heran.
“Bukan karna labil, tapi aku rasa benang merah dari novelku akan pas kalo endingnya yang baru ini” yakinku.
“Oke, aku pasti dukung kalo emang ini yang lebih baik. Sekarang kamu istirahat, udah pagi kan disitu”
Aku melirik jam di dasbar laptop, waktu sudah menunjukkan pukul setengah 2 pagi. Pantas sekali kepalaku sudah mulai terasa berat “Yaudah, aku pamit tidur ya sayang. Semoga harimu menyenangkan” salamku.
Good Night my sweet heart, sleep well” obrolan kami pun berakhir.
***
Aku menuruni tangga menuju pintu depan yang sedari tadi belnya berbunyi.
Pintu kubuka, ada seorang pria berperawakan dewasa berdiri didepanku, seseorang yang kurasa tak asing dari penglihatanku, kuselami memoriku beberapa saat untuk mengingat sampai akhirnya sampai pada sebuah foto kecil yang senantiasa tersimpan didalam dompetku.
“Papa” ucapku getir.
Beliau tersenyum namun air matanya menggenang.
Tanpa berpikir lagi, segera kupeluk beliau erat, begitu erat. Entah bagaimana Kuasa Tuhan hari ini padaku, aku bisa bertemu Papaku lagi. Papa membalas pelukanku dengan erat, diciumnya penuh hangat ubun-ubunku.
***
Kami duduk diruang tamu.
“Apa kabar kamu sayang?” tanya Papa halus, orang yang selama ini sangat aku nanti kehadirannya. Sudah hampir 20 tahun aku hidup dalam sebuah lingkaran keluarga yang tak lengkap.
“Aku baik Pa, Papa sendiri gimana?” sahutku.
“Seperti yang kamu lihat sekarang, Papa semakin baik karna bisa bertemu kamu lagi sayang” ucap Papa teduh.
Berbagai pertanyaan sebenarnya bergumul di pikiranku tapi hanya satu kalimat yang mampu aku ucap karena mengalahkan segalanya “Aku kangen Papa” diiringi air mata yang menetes.
Papa duduk mendekatiku dan memelukku kembali, mengelus-elus rambutku dengan lembut.
“Maafin Papa sayang, maafin Papa karena kamu jadi korban keegoisan Papa dan Mama. Karena kami yang sama-sama tak bisa memilih jalan lain selain perpisahan” terlihat sekali gurat sedih dipelupuk matanya.
Aku terus menangis, sosok Pahlawan yang dulu kubanggakan telah kembali untuk melindungiku “Selama ini Papa kemana”
“Setelah Pengadilan mengabulkan gugatan cerai Mama kamu, Papa seperti orang yang lahir kembali sebagai Pria yang sendiri, tapi disisi lain Papa adalah ayah yang gagal karena tidak bisa menyayangi kamu secara utuh seperti sebelumnya” kata Papa getir. “Saat itu umurmu baru 5 tahun dan terlalu kecil untuk bisa mengerti apa itu perpisahan, Mamamu tetap pada pendiriannya untuk kembali ke Jakarta menemui orang tuanya. 2 Tahun Papa bertahan hidup sendiri di Bandung sampai akhirnya Papa memilih untuk kembali ke kota kelahiran Papa di Rotterdam dan memulai hidup baru disana, membangun usaha, menata hati, dan beradaptasi ke lingkungan yang sudah lama Papa tinggalkan”
Aku melepas pelukan Papa “Papa menikah lagi?” tanyaku.
Papa tersenyum beberapa saat kemudian menggelengkan kepalanya “Papa mungkin menata hati tapi tidak untuk membuka hati kepada wanita lain, karena buat Papa. Eyang kamu, Mama kamu, dan kamu adalah 3 wanita yang paling dan akan selalu Papa cintai”
Aku terkaget, hatiku bergetar mendengar kalimat terakhir yang Papa ucapkan. Aku kembali memeluk Papa, lebih erat dari sebelumnya. “Kalo kayak gitu kenapa Papa ngga kembali lagi sama Mama, kita bersatu lagi”
“Papa tak pernah bisa melawan sifat keras kepala Mamamu, dia sudah terlalu angkuh dengan pendiriannya. Tapi meskipun seperti itu Papa tetap sayang sama Mama kamu, dan belum ada yang mampu menggantikannya” kata Papa yakin “20 tahun Papa tak bisa memelukmu seperti saat ini dan selama itu pula Papa selalu berdoa agar kita bisa dipertemukan lagi. Papa sering menanyakan kabarmu lewat Mama, satu dua kesempatan dia menjawab tapi itu hanya sebatas tentang kamu bukan ke masalah kami”
“Lalu kenapa Papa bertahan dengan situasi seperti itu, kenapa Papa ngga kesini?” rengekku.
“Itu akan menjadi hal mudah apabila Papa mengetahui dimana sekarang kamu tinggal. Berkali-kali Papa mencari informasi tapi hasilnya selalu nihil. Mamamu terlalu pintar melenyapkan jejak” Papa mengatur napas agar air matanya tak terus menetes. Beliau mencoba tegar dengan kenyataan.
“Melihatmu seperti saat ini Papa begitu bangga, kamu semakin cantik” puji Papa padaku. “Dan sepertinya pendirian Mama agar bisa mengasuh kamu sendiri juga telah berhasil, kamu mampu hidup mandiri sampai bisa berada dirumah yang begitu indah ini”
“Papa benar memang Mama berhasil mengantar aku kepada kehidupanku yang sekarang. Tapi apa Papa tahu, setiap langkah kehidupan yang aku jejaki aku cuma bisa melihat Mama yang tersenyum bangga, mendukung dengan berbagai wejangannya, dan menopang aku saat aku terpuruk. Itu semua tanpa Papa, dan aku begitu sedih. Papa ngga ada disaat aku menjalani semua itu” kataku getir.
“Sekali lagi maafkan Papa sayang, Papa tahu dosa Papa terlalu besar karena tidak bisa berada disamping kamu dengan semestinya”
“Engga Papa, ini bukan salah Papa, sama sekali bukan salah Papa. Aku yakin ini rencana Tuhan, ngga ada rencana Tuhan yang buruk. Semua akan indah pada waktunya, dan aku percaya ini adalah waktu yang Dia maksud” kataku menyemangati Papa dan terseyum, Papa membalasnya dengan senyuman yang sangat amat teduh.
“Oh iya, bagaimana ceritanya sampai akhirnya Papa bisa tahu aku tinggal disini” tanyaku penasaran.
“Beberapa hari yang lalu, saat Papa baru pulang kerja ada seseorang yang menegur Papa di lobby apartemen. Dia berkata dia mengenal Papa meskipun hanya sebatas foto, lalu kami mengobrol sambil makan malam dengan menggunakan Bahasa Indonesia sampai akhirnya obrolan kami masuk pada lingkup keluarga” Papa bercerita dengan serius “Dia bertanya pada Papa, apakah Papa mengenal Drizella Armeylia Sandy yang berulang tahun hari ini. Saat itu bayangan kamu pun muncul karena Papa teringat putri kecil yang Papa tinggalkan 20 tahun yang lalu, dari sana Papa menemukan titik terang tentang kamu, semua tentang kamu darinya” siapa orang yang menemui Papa sepertinya sudah bisa kubayangkan siapa, namun aku masih belum mau berspekulasi terlalu jauh takut salah.
“Setelah yakin dan mantap, kemarin malam Papa dan dia datang ke Indonesia. Dia begitu luar biasa Drizella, Tuhan mengirmkan dia untuk mempertemukan kita lagi” sejurus kemudian pandangan Papa mengarah ke pintu.
Aku yang sedari tadi memperhatikan cerita Papa sambil memandanginya langsung mengalihkan pandangan kearah kemana Papa melihat saat ini.
Seorang pria bertubuh tinggi, berambut cepak, mengenakan t-shirt bergambar Doraemon tengah tersenyum melihat aku dan Papa. Dia yang nyata, dan sekali lagi penuh kejutan “Azka, ini kerjaan kamu” tanyaku haru.
Dia kemudian mendekati kami, dipandanginya Papa seperti tengah meminta bantuan. Papa membalasnya dengan sebuah senyum dan tepukan penyemangat pada pundak Azka.
Azka berlutut didepanku.
***
Hari ini aku begitu bahagia, berjalan dengan sepatu heels kaca impian masa kecilku. Diapit oleh Mama dan sahabatku Katrina, mereka menuntunku menuju sebuah meja dimana Papa, Pak Penghulu, 2 orang saksi dan tentu saja Azka tengah menungguku. Aku duduk diantara 6 buah kursi yang saling berhadapan.
Azka tersenyum sumringah melihatku, dan kemudian dia berkata “Maaf semuanya, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan dengan Drizella. Untuk itu saya meminta waktu”
Aku sedikit kaget dengan ulahnya ini, perasaan buruk segera kutepis tatkala semua mengangguk menyetujui permintaan Azka.
Azka memegang kedua tanganku “Drizella, aku tak henti-hentinya bersyukur pada Tuhan karena telah membuat cerita dan skenario untuk kita, tanggal 27 dimana untuk pertama kalinya aku berani mengungkapkan perasaan cintaku dengan seseorang yang telah lama aku pendam, menjalani detik demi detik sampai tak terasa sudah berjalan 5 tahun. Memiliki kamu sebagai wanitaku, menyayangimu sebagai hakku, menjagamu sebagai kewajibanku. Aku sempat dianggap gila saat pertama kali memintamu menjadi pacarku, tapi dari sana aku belajar bahwa memang berani mencintaimu lalu memilikimu butuh banyak perjuangan, tanggal 27 di bulan ini 5 tahun lalu adalah saat dimana kamu akhirnya menerimaku dikehidupan kamu sebagai seorang pacar. Disetiap bulan saat kita melaluinya bersama tanpa kamu sadari pasti selalu ada 27 kejutan yang aku berikan, kejutan yang sejujurnya paling nekat aku lakukan adalah dengan mengadopsi anak tapi ternyata kamu menyutujuinya” kami pun kompak mengalihkan pandangan kepada kedua anak adopsi kami Andre dan Audrina yang saat ini begitu ganteng dan cantik memakai pakaian pesta.
Azka memandangku kembali kemudian melanjutkan ucapannya, tangannya masih kuat menggenggamku “Saat aku sudah berani memacarimu saat itu pula impianku adalah menjadikanmu istriku, sejak memilikimu aku memang selalu merasa bahagia tapi disisi lain aku merasa takut, takut akan kehilanganmu karena itulah aku selalu berusaha memberi hal-hal yang menurutku sedikit aneh tapi bagimu adalah kejutan. Selain itu butuh perjuangan sampai restu terakhir dari Papamu bisa aku dapatkan. Dan hari ini adalah tepat 5 tahun dimana kita mengulang tanggal 27 itu, hari ini pula akan aku ikrarkan janji terakhir dari 27 janjiku pada Tuhan bahwa aku akan selalu mencintaimu bahkan saat kamu berhenti mencintaiku. Cinta terakhirku adalah kamu sampai kelak rohku tak ada didunia lagi”

Aku meneteskan air mata mendengar ucapan demi ucapan Azka yang memang semakin meyakinkanku untuk menjadikannya pelabuhan jiwa terakhirku.

“Terimakasih Azka untuk semua hal yang begitu luar biasa kamu berikan padaku, kado terindah darimu diusiaku saat ini adalah bertemu Papa lagi dan menjadikanmu Imamku memilikimu bukan pilihanku tapi Takdir Tuhan. Aku tak berjanji untuk selalu menjadi yang terbaik untukmu tapi aku berjanji untuk setia ada disampingmu dan anak-anak kita kelak sampai akhir hayatku”

Ucapan syukur aku panjatkan tiada terkira saat semua orang yang tengah menyaksikan kami berkata “Sah”.


_a.d.a_

Comments

Popular posts from this blog

Happy Batik Day

source: http://www.pinterest.com/jojomiro/batik-et-peinture-sur-soie/ Teruslah menjadi warisan budaya yang tak pernah lekang oleh zaman.. Aku bangga Batik Indonesia _a.d.a_

Cerpen: Dalam Secangkir Vanilla Latte

“...Another aeroplane Another sunny place I’m lucky, I know But I wanna go home Mmmm, I’ve got to go home Let me go home I’m just too far from where you are I wanna come home And I feel just like I’m living someone else’s life It’s like I just stepped outside When everything was going right And I know just why you could not Come along with me This was not your dream But you always believed in me...” Alunan musik jazz beriring dalam irama lagu dari Michael Buble, sore itu hujan. Cafe yang tadinya lengang berubah padat, seiring dengan pengunjunng yang ingin berteduh sembari menikmati makanan atau hanya sekedar meneguk kopi. Shera berlari menuju cafe, dijadikannya tas yang dia bawa untuk menutupi kepalanya agar tidak terkena air hujan. Sesampainya didepan cafe, dia mengelap baju dan anggota tubuhnya yang terkena air hujan dengan tangannya sendiri. Masuk dan menemukan tempat kosong dipojok cafe dekat jendela. Selesai memesan dia mulai mengambil alat g...

Cerita Kota Kelahiran: PURWOKERTO Part #1 SEJARAH

source: www.banjoemas.com Setelah hampir 23 tahun lahir dan besar di kota ini, aku ngerasa perlu banget buat cerita tentang kota dengan julukan Kota Ngapak ini secara lebih mendetail disini. Dulu sebelum memutuskan untuk berkuliah di luar kota dan akhirnya meninggalkan jejak di kota lain selama hampir 4 tahun akhirnya bisa ngerasain yang namanya “Kangen Kota Kelahiran”, karena semewah dan semenarik apapun kota perantauan, masih tetap ngangenin kota sendiri. Okay kali ini aku akan cerita kota Purwokerto dari sisi sejarahnya dulu. Nama Poerwakerta atau Purwakerta diambil dari kata "Purwa" yang konon diambil dari nama sebuah negara kuna di tepan Sungai Serayu "Purwacarita" yang bermakna "Permulaan" dan "Kerta" yang diambil dari nama ibukota kadipaten "Pasir" yaitu "Pasirkertawibawa" yang bermakna "kesejahteraan" sehingga Poerwakerta bermakna Permulaan Kesejahteraan. Kota ini merupakan salah satu ko...