Skip to main content

Cerpen: Amigo


“Terimakasih Ras, sampaikan salam untuk ibumu” kata Bu Shinta saat aku berpamitan.
“Baik bu, nanti saya sampaikan” jawabku sambil mencium tangan.

Sepulangnya mengantar jahitan, aku melangkahkan kaki pada toko kue. Setelah membeli beberapa buah cupcake aku segera menuju ke rumah Alfaya.
“Jangan buru-buru, jadi basah kuyup begini kan” Alfaya menyambutku didepan pintu.
“Cuma basah sedikit kok” jelasku. “Gimana, yang lainnya sudah datang?” tanyaku kemudian sambil melangkah menuju dapur.
“Belum, kamu yang pertama Ras” jawab Alfaya sambil menyiapkan kursi.
***
Aku menata cupcake yang kubeli tadi di beberapa piring, menghiasnya sedikit dengan taburan bunga mawar agar terlihat cantik. Secara tak sengaja tanganku menyenggol gelas yang letaknya dekat denganku.
Sebelum aku berteriak karna gelas tersebut jatuh dan pecah, tiba-tiba gelas tadi sudah berada di tempat semula.
“Hati-hati” sebuah suara tak jauh dariku.
“Rama” kataku.
“Kalo gelasnya sampai pecah, kasihan Alfaya kehilangan satu gelas kesayangannya” ledek Rama padaku.
“Kamu tahu kata tidak sengaja” jawabku.
“Tentu saja, dan kamu memang ceroboh” Rama semakin meledekku
“Iya aku tahu, aku hanya perlu berkata terimakasih padamu agar kamu berhenti mengoceh” kataku dengan nada sedikit ketus.
“Hahaha, mari aku bantu” tawarnya sambil mengambil dua piring berisi cupcake sekaligus.
***
Rapat kecil dirumah Alfaya dimulai, kami berdiskusi dalam mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk pembuatan film dokumenter kami. Rama yang nantinya akan menjadi sutradara begitu serius menjelaskan plot adegan demi adegan.
“Vino, bagaimana dengan naskahnya. Apakah ada kesulitan?” tanya Rama pada Vino.
Vino terlihat berpikir sejenak “Aku masih merasa bingung dengan adegan yang ada di halaman 15”
Lalu kami semua pun mengeceknya.
Setelah mempelajari beberapa percakapan dalam sebuah adegan, berdiskusi bersama, akhirnya diputuskan agar kami mencari 1 tokoh baru untuk nantinya menjadi tokoh tritagonis bagi Vino yang memang berperan sebagai tokoh central pada film dokumenter ini.
“Sebagai divisi casting, kamu bisa kan Fay mencari pemain baru?” tanya Rama pada Alfaya.
“Aku akan berusaha Ram” kata Alfaya mantap.
Mataku dan mata Rama bertemu, aku sadar dia tengah memperhatikanku sejak tadi. “Bagaimana dengan kostum nanti Ras?”
“Aku sudah mengkonfirnasi pembuatan kostum pada ibuku, beliau setuju membantu project kita. Dan untuk konsep kostum setiap peran, aku masih butuh banyak pendapat dari kalian” jelasku.
***
Rapat selesai. Aku, Alfaya, dan beberapa teman pendukung lain membereskan sisa makanan yang disuguhkan tadi.
Kulihat Vino yang tengah duduk sendiri berbicara entah dengan siapa, hanya ada sebuah kursi kosong yang memang sebelum rapat hingga rapat berakhir pun masih berada disamping Vino. Mata Alfaya menatap lekat kekasihnya itu, tatapan yang selalu terlihat disaat dia tengah membaca pikiran seseorang. Untuk beberapa saat aku memperhatikannya “Fay, ada apa?” tanyaku setelah dia tak berkonsentrasi seperti tadi.
“Sepertinya Vino memiliki teman baru” jawabnya.
“Siapa Fay?” tanyaku.

Kami pun mengobrol di dapur.
“Kamu bisa lihat tadi Ras, bagaimana Vino begitu akrab dengan entah apa yang ada dikursi kosong disampingnya” cerita Alfaya.
***
“Mau kuantar Ras” tanya Rama saat aku sedang menunggu taksi untuk pulang.
“Tidak Ram terimakasih, aku pulang sendiri saja” jawabku, tak lama taksi berhenti di depanku dan aku bergegas masuk.
“Hati-hati Ras, Pak Sopir antar Laras sampai rumah dengan selamat ya Pak” pesan Rama padaku dan Sopir taksi didepanku.
Aku tersenyum kecil dan melambaikan tangan pada Rama sebagai tanda pamit.

Itulah sedikit cerita tentang Alfaya, Rama, Vino, dan aku. Kami bersatu karena kami sama-sama memiliki sesuatu hal pada diri kami yang berbeda dengan orang lain. Yaa perbedaan ini membuat kami bersahabat, persahabatan ini kami beri nama Amigo.

Alfaya sosok gadis periang yang memiliki kelebihan mampu membaca pikiran seseorang, dia telah lama menjalin kasih bersama Vino yang juga memiliki kelebihan mampu melihat makhluk lain selain makhluk hidup yang biasa kita lihat. Rama seorang yang mampu memindahkan sesuatu hanya dengan kekuatan pikirannya, dan aku yang mampu melihat gambaran masa depan pada suatu waktu tertentu.

Kami sering kali dianggap aneh bahkan cenderung dikucilkan karena kelebihan kami ini, bahkan aku sempat putus asa ketika aku mampu melihat gambaran dari kekasihku Dewa terenggut nyawanya dalam sebuah kecelakaan dan aku tak mampu menolongnya sedikit pun. Inilah penyesalan seumur hidup, bahkan Rama yang selama ini selalu menunjukkan perhatian serta kasih sayangnya padaku tak sedikitpun aku hiraukan, karena masih terasa sulit untukku melupakan Dewa.
***
Siang ini Alfaya dan Rama melakukan tes casting pemeran tritagonis untuk film dokumenter kami.
Setelah melihat akting dari beberapa kandidat, menyeleksi, dan akhirnya memilih satu orang sebagai juaranya. Pilihan tersebut jatuh pada wanita cantik bernama Selma, mereka pun mengenalkan Selma pada kami. Kulihat Vino sedikit berbeda, jauh lebih berbeda dibanding 3 hari yang lalu. Vino terlihat begitu kaku ketika berlatih skenario bersama Selma dan pemain lainnya. “Mungkin Vino lelah” pikirku.
      
Waktu break latihan dibelakang rumah Rama kuperhatikan sekilas Vino dan Alfaya tengah mengobrol berdua dan saat aku mendekat untuk memberikan makanan kecil ternyata mereka tengah bertengkar
“Fay, apa sebenarnya yang terjadi denganmu sampai kamu bersikap seperti ini?” ucap Vino.
“Aku hanya ingin tahu siapa lagi yang makhluk yang baru kamu kenal” jawab Alfaya dengan suara meninggi.
“Yang perlu kamu tahu, siapapun mereka, mereka makhluk yang bisa menghargaiku dengan baik”
“Tapi apa kamu bisa jamin mereka bisa melindungi kamu atau justru mencelakai kamu” tantang Alfaya.
“Stop fay, kamu sudah terlalu jauh menilai apa yang sebenarnya tak harus kamu nilai” kulihat Vino mulai naik pitam.
***
**“...Sudah cukup terulang, semuanya sama selalu sama, Ingatanku lekat akan dirimu..” bait lagu teriring dalam sebuah adegan.
“Tunggu Hans, kamu hanya perlu berpikir tentang apa dan siapa aku. Itu cukup” kata Rena berteriak.
“Sampai kapan aku terkurung dalam bayangan dirimu?” saut Hans.
“Ini nyata, kau hanya perlu merasakannya dengan hatimu” jelas Rena.
Hans yang tadinya hendak pergi, membalikkan arah.
Mata Hans dan Rena bertemu, mereka saling pandang cukup lama seakan tengah berucap satu sama lain.
Rena menghamburkan diri memeluk Hans, kulihat dia mengambil sesuatu dari dalam sakunya.
Sebuah gunting yang diarahkan tajam di perut Hans.**

Aku terbangun seketika, mencerna sebuah mimpi yang baru saja kualami.
“Kenapa ada Vino dan Selma dalam mimpiku, ada apa ini” aku terus berpikir.
***
“Ibu membutuhkan beberapa corak kain khas Maluku karena ibu rasa ini cocok untuk salah satu tokoh” kata Ibu sambil membaca script film dokumenterku dan teman-teman.
“Ibu akan mencari dimana?” tanyaku sambil memasang beberapa kancing pada sebuah kostum.
“Ibu rasa, ibu bisa meminta tolong pada teman Ibu yang memiliki pabrik konveksi” jelas Ibuku yang begitu bersemangat ikut bekerjasama dalam project ini.

Kudengar pintu rumah diketuk, lalu kubuka pintu tersebut.
“Alfaya”
Alfaya langsung memelukku, kulihat matanya sembab. Kuajak dia untuk duduk di sofa ruang tv.
“Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan Vino, dia berubah aneh bahkan aku sama sekali tak bisa membaca pikirannya. Siapa yang menuntunnya” cerita Alfaya.
“Ada yang menutup, maksud kamu?” tanyaku belum mengerti.
“Iya, awalnya aku tak pernah tahu soal ini. Tapi ternyata ada sebuah kekuatan lain yang mampu menutup kata hati serta pikiran seseorang, dan siapa yang melakukan ini pada Vino aku tak tahu”
Kucerna penjelasan Alfaya ini, terpikir apakah mimpiku ada hubungannya dengan semua ini. Kulihat Alfaya begitu sedih dan bingung, aku hanya mampu memeluk dan menenangkannya, karna kurasa belum saatnya aku mengambil kesimpulan.
***
Syuting yang telah dilalui 3 hari ini berjalan dengan  lancar, semua adegan mampu dimainkan apik oleh para pemain. Crew yang solid mampu menjadikan setiap adegan cepat tertangani dengan lancar. Dan hari ini, adalah hari terakhir syuting film dokumenter yang kami beri judul Amigo.     
“Ada yang harus direvisi, ini skenario baru yang selesai semalam” kudengar Raka sang penulis cerita tengah bercerita.
Aku mendekat “Kenapa harus direvisi?” tanyaku.
“Kemarin setelah aku berdiskusi dengan Rama dan Selma, ada sebuah adegan yang dirasa penting agar menguatkan cerita” jelas Raka.
Kubaca skenario baru tersebut dan aku terbelalak, skenario ini mirip dengan mimpiku. Aku pun baru sadar tokoh yang ada dimimpiku adalah Hansa yang biasa dipanggil Hans dan diperankan oleh Vino serta Sharena yang biasa disebut Rena dan dimainkan oleh Selma. Aku segera mengingat.

Kucari Alfaya, kutanya siapa saja yang tahu dimana Alfaya. Kulihat Selma diruang kostum.
“Kak Laras, kostum ini bagus aku menyukainya. Sayangnya ada beberapa benang yang menganggu, tak apa ya kugunting” kulihat gunting yang berwarna merah dipakai Selma. “Gunting itu” pikirku cemas.

Aku masih terus mencari Alfaya. Dan kutemukan Alfaya tengah memakaikan bretel untuk Vino, tak lama Vino mengenggam kuat kedua tangan Alfaya. Kurasa mereka telah berdamai.
“Laras” Alfaya memanggilku.
“Bagus kan penampilan Vino?” tanyanya.
“Bagus” kataku sambil tersenyum.
Sebentar, aku ingin mengambil sesuatu. Alfaya meninggalkanku dan Vino.

“Ras, kamu tahu betapa aku sangat mencintai Fay. Aku ingin dia selalu bahagia, sebagai sahabat kamu juga harus melindungi dia ya! ” kata Vino yang membuatku sedikit tak mengerti mengapa dia mengatakan ini padaku.
“Aku menyayangi Alfaya, sejak kami saling mengikrarkan diri untuk menjadi sahabat. Sahabat mana yang ingin sahabatnya terluka” jelasku.

Tapi bukan untuk ini, yang kucari Alfaya, aku bergegas pergi. Kususuri setiap sudut set yang menjadi lokasi syuting kami.
“Laras” aku berbalik badan, Alfaya sudah berdiri di belakangku.
“Ada apa? Daritadi kamu memanggil aku” sepertinya Alfaya mendengar apa yang aku pikirkan. Aku pun tak menjawab, kutatap matanya. Kujelaskan lewat pikiranku apa yang memang harus aku ceritakan.

Raut wajah Alfaya berubah cemas, dia menarik lenganku dan kami berlari.
Memang benar, mereka sudah separuh adegan persis seperti yang ada dalam mimpiku. Sebelum sampai mereka saling berpelukan. Aku lekas menghampiri Rama yang tengah berkonsentrasi memperhatikan adegan. Kubisikkan apa yang akan terjadi.
“Plak” sebuah gunting berwarna merah yang tajam terlempar dari tangan Selma. Adegan berhenti, kami segera menghampiri mereka berdua.

“Kamu tahu dia siapa, dia teman baru kamu. Teman yang hanya bisa kamu lihat dan masuk kedalam tubuh wanita tak berdosa ini” hardik Alfaya seketika.
“Adegan ini sudah dia rancang dan gunting itu adalah senjata yang akan dia pakai untuk melukaimu” kataku.
Vino diam untuk beberapa saat “Jadi kamu Jill?” kata Vino menunjuk Selma.
“Iya, memang aku Jill. Mana janjimu Vino, sekarang lah saatnya” kata Jill yang berada di tubuh Selma.

Aku dan Alfaya saling pandang.

“Tidak Jill, dunia kita berbeda. Aku tak pernah ingin mengikatmu dalam janji. Aku hanya ingin kita berteman” kata Vino.
“Dengar kamu, Vino memilki banyak teman sepertimu. Tapi mereka tak sedikitpun ingin Vino masuk kedalam dunia mereka” Alfaya ikut menjelaskan.
“Hiduplah dalam damai di alammu saat ini. Vino memiliki tanggungjawabnya sendiri didunia” kataku.
***
Sebuah gambaran seketika muncul dipikiranku.
**“Baiklah, jika Vino tak bisa ikut denganku. Biarlah kalian semua yang harus masuk ke alamku” teriak Jill.
Aku menarik lengan Rama, dia paham. Sebuah box berwarna hitam dengan cepat diarahkan padaku, Rama, Alfaya, dan Vino.**

“Rama box itu!!” teriakku.
Box itu terlempar melawan arah dari kami.
Vino lantas berlari mendekat pada Jill. “Tolong jangan lukai kami, kembalilah ke tempat asalmu. Jangan mencari musuh yang justru nantinya akan mempersulitmu melupakan sakit hati masa lalumu”

Vino memberikan tangannya dan dibalas oleh Jill, tak lama tubuh Selma yang didalamnya terdapat ruh Jill terjatuh dan pingsan. Jill telah keluar dari raga itu. Selma segera dibawa keruang kesehatan oleh beberapa crew.

Vino datang menghampiri kami. “Aku rasa akan ada cerita yang berbeda saat kalian tak menolongku tadi. Alfaya, maafkan aku karna tak bisa mendengarkan nasehatmu. Sekarang aku tahu siapakah orang tulus dan tidak” Vino menatap Alfaya dan dibalas dengan senyum Alfaya. Vino lalu mengarahkan pandangannya padaku “Laras, terimakasih karna kamu bukan hanya melindungi Alfaya tapi juga aku” aku mengangguk. “Ram, tadi adalah kekuatan terbesarmu ketika aku bisa kau tolong” kata Vino lagi meledek Rama.

Hari ini aku merasa begitu senang, karena kelebihanku ini bisa menyelamatkan Amigo. Melindungi orang yang disayangi sama halnya seperti melindungi pelindung kita sendiri. Dewa, semoga kau tersenyum di Surga sana karena aku mampu menolong mereka yang selama ini menjagaku.

Alfaya terenyum padaku dan merangkul pundakku sebagai tanda menyemangati.

“Inilah Amigo” kata Rama. Kami berempat pun saling berpelukan.

_a.d.a_   

Comments

Popular posts from this blog

Happy Batik Day

source: http://www.pinterest.com/jojomiro/batik-et-peinture-sur-soie/ Teruslah menjadi warisan budaya yang tak pernah lekang oleh zaman.. Aku bangga Batik Indonesia _a.d.a_

Cerpen: Dalam Secangkir Vanilla Latte

“...Another aeroplane Another sunny place I’m lucky, I know But I wanna go home Mmmm, I’ve got to go home Let me go home I’m just too far from where you are I wanna come home And I feel just like I’m living someone else’s life It’s like I just stepped outside When everything was going right And I know just why you could not Come along with me This was not your dream But you always believed in me...” Alunan musik jazz beriring dalam irama lagu dari Michael Buble, sore itu hujan. Cafe yang tadinya lengang berubah padat, seiring dengan pengunjunng yang ingin berteduh sembari menikmati makanan atau hanya sekedar meneguk kopi. Shera berlari menuju cafe, dijadikannya tas yang dia bawa untuk menutupi kepalanya agar tidak terkena air hujan. Sesampainya didepan cafe, dia mengelap baju dan anggota tubuhnya yang terkena air hujan dengan tangannya sendiri. Masuk dan menemukan tempat kosong dipojok cafe dekat jendela. Selesai memesan dia mulai mengambil alat g...

Cerita Kota Kelahiran: PURWOKERTO Part #1 SEJARAH

source: www.banjoemas.com Setelah hampir 23 tahun lahir dan besar di kota ini, aku ngerasa perlu banget buat cerita tentang kota dengan julukan Kota Ngapak ini secara lebih mendetail disini. Dulu sebelum memutuskan untuk berkuliah di luar kota dan akhirnya meninggalkan jejak di kota lain selama hampir 4 tahun akhirnya bisa ngerasain yang namanya “Kangen Kota Kelahiran”, karena semewah dan semenarik apapun kota perantauan, masih tetap ngangenin kota sendiri. Okay kali ini aku akan cerita kota Purwokerto dari sisi sejarahnya dulu. Nama Poerwakerta atau Purwakerta diambil dari kata "Purwa" yang konon diambil dari nama sebuah negara kuna di tepan Sungai Serayu "Purwacarita" yang bermakna "Permulaan" dan "Kerta" yang diambil dari nama ibukota kadipaten "Pasir" yaitu "Pasirkertawibawa" yang bermakna "kesejahteraan" sehingga Poerwakerta bermakna Permulaan Kesejahteraan. Kota ini merupakan salah satu ko...