Skip to main content

Cerpen: Dalam Secangkir Vanilla Latte




“...Another aeroplane
Another sunny place
I’m lucky, I know
But I wanna go home
Mmmm, I’ve got to go home

Let me go home
I’m just too far from where you are
I wanna come home

And I feel just like I’m living someone else’s life
It’s like I just stepped outside
When everything was going right
And I know just why you could not
Come along with me
This was not your dream
But you always believed in me...”

Alunan musik jazz beriring dalam irama lagu dari Michael Buble, sore itu hujan. Cafe yang tadinya lengang berubah padat, seiring dengan pengunjunng yang ingin berteduh sembari menikmati makanan atau hanya sekedar meneguk kopi.

Shera berlari menuju cafe, dijadikannya tas yang dia bawa untuk menutupi kepalanya agar tidak terkena air hujan. Sesampainya didepan cafe, dia mengelap baju dan anggota tubuhnya yang terkena air hujan dengan tangannya sendiri. Masuk dan menemukan tempat kosong dipojok cafe dekat jendela.

Selesai memesan dia mulai mengambil alat gambar yang disimpan dalam tasnya. Menggoreskan pensil garis demi garis.

***
Drio Bingung melihat suasana Cafe yang begitu padat pengunjung, kebanyakan dari mereka berkumpul dengan teman atau rekan kerja, pacar, dan beberapa keluarga kecil. Dilihatnya meja yang terlihat sepi, didekatinya meja itu.

“Maaf, saya boleh ikut duduk disini. Semua meja penuh” ucap Drio sopan.
Shera mengangguk sambil tersenyum.
“Terimakasih” Drio duduk didepan Shera.

Dilepaskannya dasi serta kancing paling atas pada kemejanya. Drio melihat panggilan masuk dalam ponselnya
“Hallo” katanya.
Shera memperhatikan Drio yang tengah mengobrol dengan seseorang dalam sambungan ponselnya. Yang bisa Shera cerna adalah ketika Drio memberikan ekspresi wajah yang berubah-ubah antara kaget, serius, santai, dan sedikit tertekan. Shera kemudian melanjutkan gambarnya.

Bragkk!! Suara meja yang dipukul. Shera kaget, dilihatnya lelaki didepannya tengah menahan emosi, keringat mengucur dipelipisnya.

Disaat emosinya tengah tak menentu ada sebuah tangan yang tengah diacungkan padanya, dilihatnya wanita yang sedari tadi duduk tenang didepannya.
“Pakai saja” kata Shera memberikan sapu tangan.
Drio menerimanya bersamaan dengan ucapan terimakasih. 

***

Beberapa menit kemudian.

“Vanilla Latte atas nama Shera dengan serbuk coklat granule dipisah” Pelayanan memberikan pesanan Shera. “Atas nama Drio, Vanilla Latte tidak terlalu panas” diberikannya pesanan Drio pula.

Drio menghirup secangkir Vanilla Latte yang ada didepannya dengan tenang, dia merasakan aromanya sejenak, lalu menikmatinya selagi hangat.
Shera mulai membuka sesachet coklat granule, dimainkan jari-jarinya untuk menghias secangkir vanilla latte pesanannya itu.

“Maaf ya, tadi aku ngga bisa kontrol emosi” kata Drio pada Shera.
Shera melihat Drio, dia tersenyum “Emosi ngga pernah baik kalo ditahan terlalu lama, kan lega kalo udah keluar”
“Iya, aku emang ngga bisa nahan dengan situasi kayak gini. Pacaran hampir 4 tahun belum juga dapet restu dari orang tua pacarku, parahnya lagi beberapa bulan terakhir mereka jodohin pacarku sama anak kenalannya. Yang lebih kaya, lebih mapan, lebih punya segalanya dibanding aku” Drio terlihat menahan air mata.

“Aku ketemu Mady pacarku buat pertama kalinya, butuh waktu satu bulan sampai kita mutusin buat jadian. Mady pernah bilang kalo mungkin hubungan kita ngga akan berjalan mulus kalo liat Orang Tua Mady yang belum mau menerima aku. Iya saat hubunganku dan Mady melewati tahun demi tahun dalam ketenangan, hal yang selalu mengganjal adalah orang tua” Shera melihat Drio yang begitu terbawa suasana cerita hidupnya, ikut meneteskan air mata.

“Mereka harus dihormati, seperti halnya kasta. Kita yang lebih muda harus mendengarkan pesan dan amanat orang tua dengan sebaik-baiknya. Tadi aku nyoba buat ketemu Ayah Mady dikantornya, nyoba berkomunikasi sebagaimana lelaki tanpa mengurangi rasa hormatku pada beliau. Aku kira obrolan ini akan berkahir dengan luluhnya hati Ayah Mady, tapi justru ngebuat aku harus nahan rasa sakit hati saat aku dikenalin sama laki-laki yang akan dijodohkan dengan Mady.
Dan 15 menit yang lalu Mady nelpon aku, dia nyalahin ulahku dengan menemui ayahnya tanpa mengabarinya terlebih dahulu, dan setelah itu kami bertengkar. Aku bahkan tak pernah menemui pemicu pertengkaran kami selain masalah Orang Tua Mady”

***

Selang beberapa menit, Shera menyeruput Vanilla Latte didepannya.

“Mungkin jalan cerita masalah kita berbeda, tapi temanya tetap sama. Orang Tua, menjadi sebuah hal yang membuatku sulit tidur akhir-akhir ini. Sedari kecil aku menikmati hobiku dalam desain, sembunyi-sembunyi dari mereka, karna tanpa aku bertanya jawaban mereka pasti sama belajar dengan baik agar saat kuliah di kedokteran nanti tidak sulit. Perbedaan 180 derajat saat aku dipersiapkan menjadi penerus mereka tapi hatiku tertanam pada dunia desain” cerita Shera sambil memainkan cangkirnya.

“Usiaku beranjak 18 tahun, telah menyelesaikan SMAku, tapi masih berdebat antara mempertahankan keinginanku dan melawan keinginan orang tua. Aku tahu ini salah, setiap kali kami bertemu dirumah mereka tak menggubrisku, tak peduli dengan apa mimpiku” Shera meneteskan air matanya deras. “Saat apa yang menjadi harapan kita terhalang oleh orang tua”

Shera mengeluarkan tissue dari dalam tasnya, dibaginya beberapa lembar tissue pada Drio.
Lagu berjudul Fix You pun terdengar dalam cafe

“...When you try your best, but you don't succeed
When you get what you want, but not what you need
When you feel so tired, but you can't sleep
Stuck in reverse

And the tears come streaming down your face
When you lose something you can't replace
When you love someone, but it goes to waste
Could it be worse?

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you...”
***

5 tahun kemudian...

“Mari saya antar” sapa karyawan lembut.
Dua sejoli yang tengah mempersiapkan pernikahannya masuk kedalam ruangan yang ditujukkan karyawan tadi.
“Hai Raisa, ayo masuk” Shera sumringah menyambut tamunya.
“Makasih Sher, aku seneng karna hari ini bisa fitting gaun bareng calon suami aku. Dia baru punya waktu sekarang” jawab Raisa tak kalah sumringah.

Drio masuk saat diajak kekasihnya, Drio kaget saat orang yang saat ini didepannya adalah Shera.
“Kamu!” ucap Drio dan Shera berbarengan.
“Kalian udah saling kenal?” tanya Raisa.
Fitting gaun pengantin yang begitu akrab terjadi sore ini, Raisa begitu senang mengenakan gaun pesanannya yang dirancang oleh Shera dengan sepenuh hati. Pun dengan Drio yang begitu percaya diri mengenakan tuxedo yang menjadi impiannya selama ini.

***

Berjalan dengan santai dibelakang Butik Mikaila yang rindang dengan tanaman-tanaman berwarna warni.

“Aku sama sekali ngga nyangka kita bisa ketemu lagi setelah 5 tahun yah kita ketemu pertama kali di cafe itu” kata Shera membuka obrolan.
“Memang waktu kita ngga pernah bisa tahu apa aja yang bakal terjadi, dan satu hal unik yang bahkan buat aku penasaran selama ini. Kita belum kenalan lho” ucapan Drio memancing tawa diantara keduanya.

Mereka pun saling berjabat tangan dan mengenalkan diri masing-masing.

“Aku juga ngga nyangka, sekarang kamu udah punya butik sendiri. Dan Raisa calon istriku menyerahkan urusan gaun pernikahan kami ditangan kamu” kata Drio. “Mmm, Impian kamu jadi desainer juga udah jadi kenyataan”.

“Raisa dan aku adalah teman SMA, kami cukup dekat” jawab Shera. “5 tahun lalu saat aku baru pulang dari cafe aku mendapat kabar bahwa desain yang kirim pada salah satu kompetisi desain keluar menjadi pemenang dan aku diminta untuk mengaplikasikan desainnya menjadi produk yang nyata, menjahitnya dan merancangnya dengan tanganku sendiri, sampai hari pertunjukkan desain terjadi aku orang tuaku melihatnya. Dari sana mereka memberikanku kepercayaan, aku boleh kuliah desain dengan hanya menghabiskan waktu 3,5 tahun saja dan dengan nilai yang selalu memuaskan lalu buktikan kepercayaan orang tuaku. Aku lulus cum-laude dan inilah salah satu hadiahnya” Shera dengan keharuan dan rasa bangga menunjukkan Butik Mikaila miliknya.

Drio mendengar cerita Shera dengan keharuan pula.

“Kamu sendiri apa yang terjadi dari diri kamu setelah kita nangis bareng di cafe itu” tanya Shera pada Drio.
“Sepulangnya dari cafe, aku ngambil keputusan buat akhirin hubunganku dengan Mady. Aku datang kerumahnya bertemu dengan orang tua, dan mengembalikan Mady keorang tuanya. Memang awalnya sulit, tapi aku dan Mady berprinsip hubungan ini juga harus berakhir dengan baik-baik tak ada yang merasa tersakiti dikemudian hari. Setelah itu, aku lebih konsen pada pekerjaanku, melakukan segalanya dengan sebaik-baiknya sampai Perusahaan memberikanku beasiswa untuk melanjutkan Kuliah Bisnisku di London, kurang lebih 2 tahun sampai akhirnya aku bisa dipercaya memegang jabatan General Manager saat ini. Dan Raisa adalah jawaban dari doa dan impianku selama ini, kami bertemu pertama kali saat di London. Kesibukanku saat ini begitu dimengerti oleh Raisa, aku beruntung akan menjadi suaminya dan tentunya saat ini aku sudah mendapat restu dari calon mertuaku” Drio dan Shera terharu bersama, saling tersenyum dan mengucapkan selamat.

Mereka saat ini mengerti bahwa Keinginan dan Harapan Orang Tua tak selamanya buruk saat pertentangan datang diantara kita. Yang perlu kita lakukan adalah berusaha untuk membuktikan bahwa diantara perjuangan dan tangisan berbanding lurus.

_a.d.a_
        
  

Comments

Popular posts from this blog

Happy Batik Day

source: http://www.pinterest.com/jojomiro/batik-et-peinture-sur-soie/ Teruslah menjadi warisan budaya yang tak pernah lekang oleh zaman.. Aku bangga Batik Indonesia _a.d.a_

Cerita Kota Kelahiran: PURWOKERTO Part #1 SEJARAH

source: www.banjoemas.com Setelah hampir 23 tahun lahir dan besar di kota ini, aku ngerasa perlu banget buat cerita tentang kota dengan julukan Kota Ngapak ini secara lebih mendetail disini. Dulu sebelum memutuskan untuk berkuliah di luar kota dan akhirnya meninggalkan jejak di kota lain selama hampir 4 tahun akhirnya bisa ngerasain yang namanya “Kangen Kota Kelahiran”, karena semewah dan semenarik apapun kota perantauan, masih tetap ngangenin kota sendiri. Okay kali ini aku akan cerita kota Purwokerto dari sisi sejarahnya dulu. Nama Poerwakerta atau Purwakerta diambil dari kata "Purwa" yang konon diambil dari nama sebuah negara kuna di tepan Sungai Serayu "Purwacarita" yang bermakna "Permulaan" dan "Kerta" yang diambil dari nama ibukota kadipaten "Pasir" yaitu "Pasirkertawibawa" yang bermakna "kesejahteraan" sehingga Poerwakerta bermakna Permulaan Kesejahteraan. Kota ini merupakan salah satu ko