“Poo kamu dimana?”
Terdengar suara bising “Aku masih ditempat
kerja, lagi nunggu narasumber nih Moo. Gimana?”
“Haa! Poo hari ini kan kita ke WO” kata Mora
kaget.
Dipo menepuk keningnya “Maaf Moo aku
bener-bener lupa. Eh ini mobilnya udah dateng, aku kerja dulu yaa?” pamt Dipo
agak berat.
Sambungan telepon dimatikan oleh Dipo “Bete,
bete, bete. Kebiasaan lupa” Mora jengkel dan menaruh sebal ponselnya ke meja.
Ditangkupnya kedua tangan kewajahnya.
Tik..tok.. Bunyi Nada Pesan terdengar.
Mora mengecek ponselnya
Love.Poo
06.05 PM
Jangan lupa Shalat ya Moo :)
Didengarnya
suara Adzan Maghrib yang sudah berkumandang, Mora segera menuju ke
Mushola.
~Devamora
Gue punya pacar kerja
jadi cameraman di news anchor stasiun televisi dan bisa dibayangin gimana kerjaannya yang selalu
diburu deadline dan salah satu sifat buruknya yaitu pelupa cukup bikin kesel, karena kombinasi dari keduanya munculin
masalah disaat punya rencana khusus malah jadi batal. Tapi dibalik keduanya gue bangga punya pacar
kaya Poo, dia itu religius banget, selalu ingetin gue waktunya Shalat bahkan
disaat kita lagi ngga akur pun dia selalu sempetin buat ingetin gue Shalat.
***
“Masih nungguin Dipo?” tanya teman kerja Mora
yang melihat Mora tengah duduk di lobby.
“Iya nik” jawab Mora halus.
“Aku duluan ya ra, udah ditungguin sama Rama didepan” pamit Anik.
“Iya nik, hati-hati dijalan” mereka saling
melambaikan tangan.
Tak lama sura klakson motor terdengar diluar,
Mora melihat sekilas kemudian bergegas menuju suara tadi.
“Selamat malam Moo, nih helmnya” sapa Dipo sambil memberikan helm,
tanpa menjawab Mora langsung duduk diboncengan Dipo.
Dari kaca spion Dipo melihat Mora selalu diam
sepanjang jalan.
..Que sera sera
Whatever will be will be
The future's not ours to see
Que sera sera What will be will be..
Whatever will be will be
The future's not ours to see
Que sera sera What will be will be..
Mendengar Dipo bernyanyi Mora tersenyum,
dipeluknya pinggang Dipo dari belakang kemudian Mora bersandar dipunggung Dipo
dan erat menangkupkan wajahnya.
Merasa Mora sudah merespon Dipo senang dan
terus bernyanyi sepanjang jalan mereka pulang.
Sesampainya di depan
sebuah rumah, Mora turun.
“Mau mampir?” Tanya
Mora.
“Langsung pulang aja
yaa, tadi disuruh nganterin Mas Yuri soalnya motornya lagi di bengkel” jawab
Dipo.
“Yaudah hati-hati yah,
nanti jangan lupa makan sama mandinya pake air anget aja biar tidurnya nyenyak”
pesan Mora seperti ibunya sendiri.
“Siap moo” sambil
mengambil sikap hormat.
Mereka saling berjabat
tangan, Mora mencium tangan Dipo.
***
Dipagi hari dimana
saat para pencari rejeki mulai berhamburan menuju tempat kerja mereka, demikian
pula Dipo dan Mora yang baru sampai didepan kantor Mora.
“Nanti jadi
wawancarain wapres?” Tanya Mora setelah melepas helmnya.
“Jadi, nih udah pakai
setelan jas” Dipo membuka jaketnya.
Mora langsung
merapikan dasi pacarnya itu “Dasinya kurang rapi Poo”
“Do’ain yah?” pinta
Dipo sambil memegang tangan Mora yang tengah merapikan dasinya.
“Pastiiii Poo, udah
cakep. Ini bekalnya jangan lupa” diberikan satu kotak makanan beserta minuman.
Dan memasukkan kedalam tasnya Dipo.
“Aku kerja dulu ya,
kamu selamat kerja dan semangat”
"Iya kamu juga" kata Mora sambil mencium tangan Dipo.
"Iya kamu juga" kata Mora sambil mencium tangan Dipo.
Perasaan lega
bercampur bangga dirasakan Dipo setelah selesai mengarahkan kameranya untuk mewawancarai
orang nomor 2 dinegaranya itu.
“Eh gue mau makan nih,
mau bareng ngga?” Tanya pada teman sejawatnya.
“Duluan aja Dip, mau
ganti baju dulu nih” tolak teman Dipo itu.
Ditangkupnya kedua
tangan dalam do’a setelah makanan yang baru disantapnya itu habis. Tak lama
ponsel Dipo berbunyi ada panggilan melalui skypenya dari Mora.
“Poo, udah makan?”
sapa Mora.
“Nih baru aja selesai”
sambil menunjukkan kotak makannya. “Makasih ya Moo, menu hari ini uenake pool”
puji Dipo.
“Sip, sama-sama Poo”
sambil mengacungkan jempol balasan pada Dipo. “Nanti sore jangan lupa kita ke
WO yaa”
“Iya, ngga lupa lagi
kok. Entar aku langsung nunggu di kantormu” jawab Dipo.
~Yudipo
Devamora atau nama
kesayangan yang biasa gue sebut Moo adalah tunangan gue, udah 9 tahun tahun gue
kenal dia. Dari 3 tahun pacaran semasa SMA, 4 tahun hubungan dalam LDR, 1 tahun
break, 1 tahun yang lalu kita balikan lagi, dan 6 bulan yang lalu kita baru aja
tukar cincin. Bisa kebayang selama 9 tahun itu apa aja yang udah kita tahu satu
sama lain, banyak pastinya. Mora itu udah pantes lah jadi istri gue, setiap
kali gue kerja selalu siapin makan siang, benerin dasi gue, dan perhatian abis
sama hidup gue.Namanya cewek kadang kalo ngambek itu bikin kita darting
sendiri, buat gue ngambeknya Mora dimata gue cukup bikin darting tapi bakal
ilang disaat dia inget kenangan-kenangan memorable kita, kayak kemarin saat dia
dengerin lagu Que Sera Sera dimana lagu itu favorit kita berdua. Langsung kelepek-kelepek
dia meluk gue. Haha.
***
Dipo baru saja sampai di lobby kantor Mora.
“Maaf Mba, Mora ada
dikantor” Tanya Dipo pada reseptionist.
“Saudari Mora sedang
ada rapat pak” jawab receptionist.
“Yaudah makasih mba”
Dipo langsung melangkahkan kaki menuju salah satu sofa di lobby tersebut.
Sekeluarnya Mora dari
ruang rapat, dia langsung mengecek ponselnya. Mengingat rapat yang baru dia
laksanakan waktu selesainya tak sesuai jadwal.
“Ya ampun Poo”
dilihatnya Dipo tengah tertidur pulas sambil terduduk di sofa.
~DevaMora
Dipo kayaknya capek
banget, tidurnya pules gitu. Gue biarin dulu aja, Dipo juga kelihatan selalu
manis saat tidur dan itu bikin gue ngga bosen. Hehe. Kebayang juga kalo nanti gue
udah jadi istrinya, setiap hari gue akan selalu ngeliat dia tidur. 9 tahun itu
rasanya cepet sampai kita udah mau rencanain nikah juga. Sambil nunggu dia tidur, gue
hubungin WO yang bakal gue ajak kerjasama buat ngurus pernikahan kita nanti.
Ternyata sudah 5 WO
yang dihubungi Mora dan tak ada satupun yang bisa diajak bekerjasama,
rata-rata dari mereka beralasan sudah banyak pasangan yang menggunakan jasa
mereka di tahun ini, mereka menawarkan tahun depan.
“Oke gue harap yang
terkahir ini bisa” kata Mora optimis. Namun hasilnya pun berubah nihil dan dia
semakin jengkel.
“Kenapa Moo” Tanya
Dipo.
“Aduh kamu jadi
kebangun yaa, tadi aku udah coba hubungin 6 WO dan semuanya ngga bisa. Mereka
nawarin tahun depan. Engga mungkin kan kita nunggu sampai tahun depan”
“Emang kenapa kalau
kita nikah tahun depan” Tanya Dipo
“Kita udah punya ini”
kata Mora sambil menunjukkan cincin yang ada ditangan kirinya. “Jadi kita harus
nikah tahun ini juga”
***
Dari hasil tak
mendapat WO sama sekali akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pulang kampung
dan merundingkan rencana pernikahan mereka kepada kedua orang tua mereka
“Terakhir kita pulang kapan yaa?” Tanya Dipo didalam kereta.
“Lebaran kemarin deh
kayaknya” jawab Mora sambil bersandar di bahu pacarnya itu.
“Nikmatin aja
perjalanan kali ini” kata Dipo sambil menempelkan salah satu earphonenya ke
telinga pacarnya itu.
Mereka menikmati perjalanan diatas kereta dengan penuh kehangatan.
***
“Gimana?” kata Mora setelah duduk.
“Abi sama Umi minta
akad sama resepsinya pake adat timur tengah semua” jawab Dipo. “Ini minum dulu”
Dipo memberikan jus miliknya yang baru ia pesan sebelum Mora datang.
Mora menyeruputnya
sedikit “Beda” Mora menghela napas. “Mami sama Papiku minta akad pake cara
muslim biasa, tapi resepsinya pake gaya Chinese”
“Kayaknya kita harus
bikin cara biar semuanya adil” ucap Dipo sambil berpikir.
Mora mengangguk.
~Yudipo
Jalanin hubungan kayak
pacaran ini buka cuma tentang 2 pribadi manusia aja, tapi 2 keluarga. Dan cukup
sulit karena 2 keluarga ini berasal dari latar belakang budaya dan tradisi
kepercayaan yang berbeda. Moo terlahir dari keluarga keturunan Chinese yang beragama Islam
dan gue keturunan Arab Islam juga. Dulu waktu kita pertama kali saling
ngenalin ke keluarga sempet ditentang juga dan butuh waktu hampir 1 tahun buat
yakinin mereka kalau hubungan kita ini ngga main-main. Sekarang disaat mau
nikah pun jadi masalah lagi. Karena ngga mungkin maksain salah satu pihak, gue
punya inisiatif buat datengin keluarga gue ke keluarga Moo buat bahas rencana
pernikahan kita.
“Dengan pertemuan
keluarga seperti ini, kita harap apa yang akan direncanakan dalam penyatuan dua
keluarga ini berjalan dengan damai dan bisa menjadi cerita tersendiri karena
meskipun kita berasal dari budaya yang berbeda. Kita ingin pernikahannya sakral” Mora membuka pertemuan kedua keluarga ini dengan
serius.
“Kita harap Papi-Mami
dan Abi-Umi bisa bersikap netral, kita akan membuat pernikahan seadil mungkin
bagi 2 keluarga besar. Dari kita berdua ngajuin untuk akad membuat adat Muslim Arab dan resepsinya Chinese” sambung Dipo yang duduk disebelah Mora.
Kedua keluarga yang
berkumpul saat ini terlihat sedang berpikir, tak lama semua akhirnya
menyepakati apa yang diajukan Dipo dan Mora untuk pesta pernikahan mereka.
“Seperti yang Dipo dan Mora
katakan, Abi minta pernikahan kalian menjadi sebuah pengalaman sekali seumur
hidup mengingat bagi masing-masing keluarga kita baru pernah bersatu dengan
keluarga yang berbeda budaya dan InsyaAllah membuat ibadah kita ini semakin sempurna” kata
Abi yang merupakan Abi dari Dipo. Seluruh keluarga mengamininya. Begitu pula
dengan Dipo dan Mora yang saling melempar senyum dengan persetujuan anggota keluarga
itu.
Tanggal,bulan, serta tempat pernikahan pun telah disetujui, sebelum semuanya terelisasi dalam pesta, Dipo dan Mora kembali ke kota yang menjadi tempat mereka bekerja.
Dipo bekerja lebih semangat dari biasanya, senyuman tak pernah lepas dia sunggingkan. Tapi semua berubah saat Dipo baru saja keluar dari ruangan atasannya beberapa menit yang lalu.
“Gimana bro?” Tanya
Eza teman kerja Dipo.
“Nih” Dipo menunjukkan
sebuah surat.
“Kanada?” kata Eza tak
percaya. “Selamat ya bro, beruntung banget lu bisa dikirim kesini”
Dipo justru terlihat
sedih “Tapi seminggu sebelum itu gue bakal nikahan, gimana sama Mora?”
***
“Bang Martabaknya 2, yang satu coklat kacang, satunya lagi ketan item campur parutan kelapa, sama teh tariknya 2, yang satu jangan kebanyakan gula” pesan Mora sesampainya di penjual jajan dipinggir jalan.
Sembari menunggu, Mora sibuk memainkan rambut Dipo “Lucu juga yaa dipotong makin tipis gini”
“Ngga papa, biar nanti
pas hari H panjangnya udah pas” kata Dipo sambil mengusap-usap rambutnya.
“Ohya, gimana soal baju
resepsinya?” Tanya Dipo.
“Katanya sii udah 40
%, mungkin selese 2 atau 3 bulan lagi” jawab Mora tenang. “Oiya Poo, lusa foto
prewed”
“Sip!” kata Dipo
sambil mengacungkan ibu jarinya dan ditempelkan ke hidung Mora.
Mora membalasnya
dengan mencubit perut Dipo, dan Dipo hanya bisa meringis menahan sakit.
“Monggo, mas mbak pesanannya” kata Abang penjual.
“Makasih bang” jawab
Dipo dan Mora kompak.
“Lho, ini Mas Dipo dan
Mbak Mora bukan” Tanya Abang penjual lagi.
“Wah bang Ali yaa?”
kata Mora kaget.
Mereka pun bersalaman.
“Waduh udah lama
banget yaa ngga main kesini, saya masih inget ini waktu SMA sering pacaran
sambil makan martabak disini”
“Wah abang ternyata masih
inget aja” Dipo sedikit malu. “Tadi itu kita kira yang jualan disini udah
ganti, ternyata masih abang”
“Masih disini, tapi
emang anak saya yang lebih sering nungguin, tuh tadi yang masak. Dulu waktu
kalian masih SMA dia masih SD. Masih awet kalian yaa, sudah nikah, punya anak
berapa?” tanya Bang Ali.
“Niatnya mau punya
anak 5 bang” kata Dipo sambil tertawa, Mora lekas menginjak kaki Dipo.
“Belum nikah kok bang,
baru mau” jelas Mora.
“Wah kapan tuh, abang
diundang juga ngga?”
“InsyaAllah 4 bulan
lagi, iya kok diundang. Nanti aku minta contactnya abang yaa?” kata Mora.
“Oke siap, yaudah
monggo disantap dulu makannya”
“Siap bang” jawab Dipo
lantang.
Sembari menyantap “Gimana kerjaan kamu Moo?” Tanya Dipo
“Sekarang lebih kerasa
capek”
“Kok bisa?”
“Masalah karyawan baru yang
masih butuh waktu buat belajar bikin kita-kita yang udah senior harus kerja
ekstra”
“Harusnya atasan bikin
rekrutmen lebih padat lagi dong” kata Dipo.
“Ngga bisa gitu,
mereka juga ikutin sistem sama manajemen yang udah jadi aturan, yaudah kita
jadi bawahan cuma bisa nurut”
“Yang penting
secapek-capeknya kerja kesehatan jangan sampai disepelein” pesan Dipo.
“Iya” jawab Mora
mengangguk “Kamu sendiri gimana?”
“Minggu lalu aku dapat
surat tugas, ngeliput berita dari luar negeri”
“wah bagus dong,
kemana?”
“Kanada”
“Kereng banget itu
poo, selamat yah” sambil memeluk Dipo erat.
“Kamu ngga tanya
kapan?”
“kapan?” Mora melepas pelukan.
“4 bulan lagi,
tepatnya seminggu setelah kita married”
Mora baru saja
memasukkan roti kedalam mulutnya langsung diam.
***
“Thanks ya guys buat waktu kalian, foto prewed bareng kalian justru lebih seru” kata Dipo berterimakasih dengan teman-teman kerjanya yang membantu foto prewedding dia dengan Mora.
“Sama-sama bro, karena
kita bantuin lu kayak gini, malah kita jadi ada ide bikin bisnis sampingan
selain jadi cameramen” kata salah satu teman Dipo.
“Bisnisnya apa?” Tanya
Mora.
“Kita niatnya mau
bikin tim buat kegiatan foto prewedding, peralatan udah ada ini kok” jawab teman Dipo
itu bungah.
“Wah berarti kita
pelanggan pertama dong yaa, ada potongan harga pasti” celetuk Dipo yang membuat
semuanya tertawa.
~ Devamora
Foto prewed yang
tadinya pake jasa studio foto pun gagal karena jadwalnya bentrok sama kerjaan
dadakan gue sama Dipo dan akhirnya Dipo ngelobi temen-temen cameramannya buat
jadi fotografer dan gayanya ide spontan dari kita semua. Sensasinya beda dan kita sendiri juga
lebih nyaman karena udah kenal sebelumnya.
***
“Aku mau kita selesein
malam ini juga” kata Dipo didepan rumah kontrakan Mora.
Mora tak menjawab.
“Tapi ngga bisa
disini” Dipo menggandeng tangan Mora dan mengajaknya pergi. Tak lama mereka
sampai di taman tengah kota dan duduk disalah satu bangkunya.
“Kamu baca ini” Dipo
menunjukkan buku agendanya. Mora pun membuka dan membaca setiap lembar isinya.
“Aku bukan cuek atau
lupa dengan sengaja, tapi karena kerjaan aku yang nuntut untuk aku selesein”
jelas Dipo.
“Trus mau sampai kapan
kamu nomor duain aku disaat-saat penting kita, kalau bisa aku hitung dari mulai
kamu sebelum kerja sampai kamu kerja berapa acara dan berapa momen yang kita
batalin karena sifat buruk kamu itu?” tantang Mora.
“Oh jadi gitu, kamu
ngungkit masa lalu. Terus kalo aku balik tanya udah berapa tingkat temperamen
kamu yang kamu luapin ke aku? kedepan berapa orang aja? dimana aja? Kamu cewe
Moo, tapi cara marah kamu sama orang terutama aku susah banget di handle.
Sedikit pun ngga ngerasa capek? ngerasa malu?”
Mora menghempas tubuh Dipo dengan kedua tangannya. Dia pun lekas berdiri memandang langit.
“Tuhan, kenapa yaa
kekurangan aku sama Dipo selalu jadi topic berantem kita. Aku capek Tuhan” kata
Mora dalam tangis.
Dipo meraih tubuh
Mora, dipeluknya erat.
“Masalah kita itu ngga
ada arti apa-apa dibanding waktu kita saat bersama" terang Dipo. "Aku masih inget saat aku
ngeliat kamu buat pertama kalinya, marah-marah sama panitia MOS buat ngebelain
kita waktu kita dihukum ngga wajar. Saat itu aku langsung mikir kalo kamu itu
tipikal orang yang sangat ngebela keluarga dan nomor satuin keluarga" Dipo tersenyum.
"3 tahun kita barengan di SMA, aku belum pernah nemu kita punya masalah yang berat. Setelah itu kita sama-sama lulus dan bahkan kita LDR selama 4 tahun, kamu kuliah diluar kota. Selama itu juga hubungan kita yang terhalang ratusan kilo meter jaraknya bisa kita laluin dengan sedikit masalah aja. 4 tahun berakhir, aku milih buat ngerantau dan kita kerja bareng dikota ini. Sayangnya kita harus break 1 tahun karena masalah yang muncul dari ego kita yang sama-sama keras. Tapi dari situ kita jadi ngerti apa itu arti butuh dan dibutuhin sampai akhirnya kita balik lagi, dan 3 minggu lagi kita bakal masuk ke jenjang kehidupan baru yang namanya Pernikahan dan itu Pernikahan kita”
"3 tahun kita barengan di SMA, aku belum pernah nemu kita punya masalah yang berat. Setelah itu kita sama-sama lulus dan bahkan kita LDR selama 4 tahun, kamu kuliah diluar kota. Selama itu juga hubungan kita yang terhalang ratusan kilo meter jaraknya bisa kita laluin dengan sedikit masalah aja. 4 tahun berakhir, aku milih buat ngerantau dan kita kerja bareng dikota ini. Sayangnya kita harus break 1 tahun karena masalah yang muncul dari ego kita yang sama-sama keras. Tapi dari situ kita jadi ngerti apa itu arti butuh dan dibutuhin sampai akhirnya kita balik lagi, dan 3 minggu lagi kita bakal masuk ke jenjang kehidupan baru yang namanya Pernikahan dan itu Pernikahan kita”
Mora merebahkan
kepalanya didada Dipo sambil membayangkan setiap cerita Dipo yang merupakan
gambaran masa lalunya.
“Poo, maafin aku yaa
karena sifat keras aku bikin kamu malu” kata Mora terisak.
“Sebelum kamu minta
maaf pun udah aku maafin Moo. Lagipula aku seneng karena nantinya aku bakal
punya istri yang pemberani dan selalu membela keluarga, tapi dipikir dulu sebelum kamu marah” kata Dipo sambil
mengusap rambut Mora, air matanya pun menetes.
~Yudipo
Di umur kita yang udah
seperempat abad ini ngga bikin kita ngga berantem. Hari ini Mora marah besar
sama gue karena gue lupa ngambil Undangan Pernikahan yang udah jadi, seharian
dia ngga gubris telfon dan sms gue. Selalu masalah tentang kekurangan dari masing-masing
kita yang jadi bahan ribut. Mungkin ini yaa kenapa Allah ngga ciptain umatnya
sempurna, biar manusia bisa rubah kekurangannya.
***
Pesta pernikahan pun digelar, seluruh keluarga besar berbahagia terlebih Dipo dan Mora yang akhirnya bisa menyatukan cinta mereka pada kesakralan pernikahan. Tamu yang hadir ikut berbahagia melihat pernikahan romantis pasangan yang sudah 9 tahun bersama itu. Terlebih lagi para tamu yang merupakan saksi dari perjalanan cinta mereka yang panjang itu.
Mora menata koper milik Dipo. Diambilnya sebuah jaket untuk ia kenakan pada suaminya itu sebelum berangkat ke Kanada.
“Makasih ya istriku
kamu udah nyiapin semuanya, dan aku masih ngga percaya kamu rela resign demi
ikut sama aku” ucap Dipo.
Mora mendekat kearah
jendela disusul Dipo “Mengabdi pada perusahaan ngga lebih berarti dibanding
mengabdi pada suami. Karena aku rasa... cukup dulu kita ngerasain LDR 1 tahun, jadi
kemanapun dan dimanapun kita melangkah akan lebih baik jika kita melangkah
bersama karena sekarang kita udah bersatu dalam janji”
Mereka berdua pun saling melempar senyum lalu Dipo mengecup kening Mora lembut.
Mereka berdua pun saling melempar senyum lalu Dipo mengecup kening Mora lembut.
_a.d.a_
Comments
Post a Comment