Skip to main content

Allah yang lebih Berhak



Membutuhkan banyak waktu untukku mempersiapkan diri menuliskan ini.

Sabtu siang 11 Oktober 2014, disaat posisi matahari berada diatas ubun-ubun dan aku hampir selesai berkutat didepan laptop untuk menyelesaikan tugas kuliahku. Telepon dari nomor adikku Reva berbunyi. Kuangkat, tidak seperti biasanya suara diujung sana kalau tidak Ibuku pasti Reva. Aku sempat begitu lama memastikan sampai orang tersebut berkata “Ini Pakde den”

Beliau sempat menanyakan aku sedang kuliah atau tidak. Sampai akhirnya beliau berkata “Mbah Buyut kritis” hatiku terasa terpanah. Sesak sekali rasanya, sampai naik ke kerongkonganku yang membuat aku susah berkata. Ada apa Ya Allah kataku dalam hati. Pakde meminta aku untuk pulang.

Kucoba menelpon agen travel yang biasa kunaiki untuk pulang kampung. Untuk jam keberangkatan pukul 14.00 telah habis. Aku tak bisa menunggu sampai sore, kuputuskan untuk membeli tiket kereta. Jarak dari rumah kostku ke stasiun sekitar 350 meter telah membuat tubuhku sedikit terpanggang namun aku tak peduli. Sampai akhirnya aku mendapat tiket untuk pulang jam 16.25.

Sepulangnya, aku membeli makan siang. Seharian ini aku belum memakan nasi. Cukup lama sang ibu yang menjadi langgananku melayani, pikiranku berkali-kali membayangkan Mbahku yang 2 hari lalu sudah terdeteksi sakitnya. Mulut ini terus kujaga untuk melantunkan beberapa ayat Al-Qur’an. Buat segalanya baik-baik saja. Bahkan aku tak begitu menggubris lelucon yang dilemparkan temanku.
Selesai membeli makan, aku bergegas masuk ke kamar melihat handphone apakah ada yang menelpon atau memberikan kabar.
Iya ada sebuah sms dari ibuku. Beliau bertanya aku sedang apa. Tanpa menjawab pertanyaan itu aku langsung mengabari bahwa sore ini aku akan pulang, dan kutanya kabar Mbahku. Beliau hanya menjawab aku pulang naik apa dan jam berapa.

Sebuah bbm masuk, kubaca “Mba, mbah buyut ninggal :’(“ badanku lemas aku terduduk dibawah tempat tidur dan air mataku menetes. Ya Allah kenapa secepat ini.
Teman sekamarku tak lama masuk. Dia kaget dengan posisiku yang terduduk sambil merebahkan kepala. Tangisku pecah seketika.
Iya beliau bahkan belum sempat melihatku menjadi sarjana, padahal di hari pertama aku tidur ditempat kost beliau menemaniku. Beliau sering berucap bahwa jika beliau berdo’a untukku air mata beliau menetes. Tapi sebelum beliau melihat aku menyelesaikan studiku ini Allah sudah mengambilnya.

Saat aku pulang, mataku masih sembab. Didalam kereta pun aku sering menangis. Memori kenangan bersama mbah terngiang jelas, bagaimana jika beliau memberi nasehat atau sekedar bercerita dengan sedikit tawa atau kadang sedih, beliau yang sering tidur bersamaku dikamarku bangun lebih pagi dan selalu menyelimutiku apabila selimutku tak beraturan, beliau yang suka menjahit baju atau celanaku yang robek tanpa menggunakan kacamata, beliau yang tak pernah sedikitpun meninggalkan Shalat 5 waktu, dan segala hal tentang beliau yang menyelimuti hidupku sampai 20 tahun kini usiaku.

Pun saat sampai di rumah duka malam harinya dan Mbah Buyut sudah dimakamkan, keluarga kusalami satu persatu dan aku pun kembali menangis. Rumah ini juga saksi bagaimana kasih sayang Mbah Buyut mulai tercurah pada saat aku masih berusia berapa hari di dunia. Masa kecil dimana aku suka menginap disini, dan saat aku meluangkan waktu untuk bertemu ketika aku sudah kuliah diluar kota.

Malam harinya aku tidur dikamar beliau, mungkin terakhir beliau tidur disini sebelum beliau mulai sakit parah. Kamar yang begitu rapi, baju-baju yang begitu wangi dan tertata rapi di lemari. Yaa beliau adalah orang yang sangat rajin dan rapi, sangat teliti akan kebersihan.

2 hari aku habiskan untuk melalui masa duka ini dirumah. Mengikuti tahlil dan menyalami tamu yang luar biasa banyak, karena beliau selalu baik kepada semua orang maka aku tidak heran jika mereka juga merasa kehilangan beliau. Semoga tamu yang banyak tersebut mengiringkan do’a yang banyak pula untuk Mbah Buyut.

Saat 7 hari, akupun mampu untuk pulang dan aku mengenang banyak hal dari beliau kembali. Saat kubuka lemari pakaian, dirak bagian bawah masih ada beberapa baju beliau yang memang sengaja disimpan disini, agar saat beliau ingin menginap dirumahku beliau tak perlu repot membawa baju ganti. Aku masih ingat saat beliau berkata “Titip baju disini ya den, gapapa?” aku menjawabnya “gapapa mbah, lemariku juga kosong, aku jarang pulang kan?” Yaa Allah hati ini rasanya berdesir, beliau memang orang yang rendah hati, kepada aku pun dia bisa merasa tak enak :’)

Saat ini Mbah memang sudah tiada dan itu nyata, senyata aku tak mampu melihatnya lagi, tak mampu mencium pipinya lagi, tak mampu tidur bersamanya lagi, tak mampu menikmati masakannya lagi, tak mampu melihat senyum hangatnya lagi, dan segala hal serta cerita tentang beliau. Karena saat ini semua tentang beliau sudah aku tempatkan secara rapi, dihati ini :).

Untuk Mbah Buyut yang ada dihatiku, Aku mencintaimu selalu.             
Salam Hormat, Denna.


_a.d.a_        
  

Comments

Popular posts from this blog

Happy Batik Day

source: http://www.pinterest.com/jojomiro/batik-et-peinture-sur-soie/ Teruslah menjadi warisan budaya yang tak pernah lekang oleh zaman.. Aku bangga Batik Indonesia _a.d.a_

Cerpen: Dalam Secangkir Vanilla Latte

“...Another aeroplane Another sunny place I’m lucky, I know But I wanna go home Mmmm, I’ve got to go home Let me go home I’m just too far from where you are I wanna come home And I feel just like I’m living someone else’s life It’s like I just stepped outside When everything was going right And I know just why you could not Come along with me This was not your dream But you always believed in me...” Alunan musik jazz beriring dalam irama lagu dari Michael Buble, sore itu hujan. Cafe yang tadinya lengang berubah padat, seiring dengan pengunjunng yang ingin berteduh sembari menikmati makanan atau hanya sekedar meneguk kopi. Shera berlari menuju cafe, dijadikannya tas yang dia bawa untuk menutupi kepalanya agar tidak terkena air hujan. Sesampainya didepan cafe, dia mengelap baju dan anggota tubuhnya yang terkena air hujan dengan tangannya sendiri. Masuk dan menemukan tempat kosong dipojok cafe dekat jendela. Selesai memesan dia mulai mengambil alat g

Cerita Kota Kelahiran: PURWOKERTO Part #1 SEJARAH

source: www.banjoemas.com Setelah hampir 23 tahun lahir dan besar di kota ini, aku ngerasa perlu banget buat cerita tentang kota dengan julukan Kota Ngapak ini secara lebih mendetail disini. Dulu sebelum memutuskan untuk berkuliah di luar kota dan akhirnya meninggalkan jejak di kota lain selama hampir 4 tahun akhirnya bisa ngerasain yang namanya “Kangen Kota Kelahiran”, karena semewah dan semenarik apapun kota perantauan, masih tetap ngangenin kota sendiri. Okay kali ini aku akan cerita kota Purwokerto dari sisi sejarahnya dulu. Nama Poerwakerta atau Purwakerta diambil dari kata "Purwa" yang konon diambil dari nama sebuah negara kuna di tepan Sungai Serayu "Purwacarita" yang bermakna "Permulaan" dan "Kerta" yang diambil dari nama ibukota kadipaten "Pasir" yaitu "Pasirkertawibawa" yang bermakna "kesejahteraan" sehingga Poerwakerta bermakna Permulaan Kesejahteraan. Kota ini merupakan salah satu ko