Skip to main content

Cerpen: Bayanganku adalah Kamu


Untuk beberapa detik aku merasa terhenyak lalu mataku terbuka secara tak sadar. “Ini mimpi” bisikku dalam hati.
***
Tak kuhiraukan debu dan beberapa sarang laba-laba yang menghalangi jalanku di loteng, setelah memastikan box yang berisi buku tersebut aku membukanya dan mengambil barang yang menjadi tujuanku, lalu aku turun dan bergegas pergi ke kampus.
Tak lupa aku mengambil bekal yang telah diseapkan nenek di meja makan, kuarahkan mataku pada halaman belakang rumah kulihat kakek tengah asyik melukis sementara nenek begitu tenang dengan aktivitas yoganya. Aku tersenyum, kemudian mendekati mereka untuk berpamitan.
Sesampainya dikampus kulihat seorang pria berdiri di depan jendela ruangan kelas yang akan kumasuki, pandangannya begitu lekat namun arah kemana dia menuju tak dapat kulihat, aku segera masuk dan mencari tempat duduk. Siang ini aku berada dikantin untuk memakan bekalku tadi, orang yang berada diluar kelasku tadi pagi kini terlihat ada di taman kampus, dia berdiri menghadap kearah kantin. Lagi-lagi pandangannya entah kemana, kupandanginya cukup lama “Anak jurusan apa ya dia?” tanyaku dalam hati.
Selesai makan, kucari tempat yang nyaman untuk kududuki guna membaca buku yang kuambil pagi tadi di loteng. Dan *Brukk* beberapa buku yang kubawa dengan tidak rapi tadi terjatuh, aku bertabrakan dengan seseorang dan ternyata orang itu adalah orang yang sudah 2 kali kulihat hari ini “Mmm maaf, aku ngga liat jalan tadi” kataku merasa tak enak. Dan aneh saat aku melihat sorot matanya begitu beku. Tak sedikitpun kata-kata yang keluar dari mulutnya sampai dia selesai membantu mengambilkan buku-bukuku yang terjatuh tadi. “Terimakasih, maaf merepotkan” ucapku lagi. Dia hanya tersenyum dan anehnya senyumnya begitu hangat kurasa.
Forbidden Way” judul buku tersebut, kubuka lembar pertama. Kurasa si penulis sangatlah mahir berkata-kata, prolog yang dia sampaikan memang membuat pembaca penasaran akan kiasan-kiasan yang terasa asing bagi orang-orang sepertiku, kuselami lembar demi lembar halamannya sampai akhirnya waktu menghentikanku untuk memulai kuliah terakhir di Sabtu ini.
***
Minggu pagi ini aku bersiap untuk memulai lukisan pertamaku di bulan ini, sudah satu bulan ternyata aku disibukkan tugas kuliah sampai-sampai tak ada waktu bagiku untuk melukis. Melukis adalah hobiku sejak kecil, tepatnya setelah ayah dan ibuku pergi. Kakek dan nenek yang merawatku, sehingga bakat melukis kakek akhirnya menurun padaku.
Goresan kuas pertama, cat warna hitam dan kuasannya begitu tebal. Tak ada inspirasi bahkan gambaran kecil di fikiranku tentang apa yang akan aku lukis. 1 jam berselang telah ada gambar yang dapat dilihat pada hasil lukisanku, aku sempat terheran mengapa aku melukis sebuah siluet wajah seorang lelaki dari arah samping wajahnya. Siapa pria itu pun  tak dapat kuterka, tanganku seakan bekerja tidak dari perintah otakku. Setelah selesai kubiarkan lukisan masih berada dalam penyangganya dan kutaruh di pojok kamar dekat balkon.
Ponselku berbunyi, kulihat nomor tanpa nama dan tak kukenali tertera dilayar tengah memanggilku, lalu kuangkat.

“Lihatlah keluar” seseorang berbicara dari seberang sana. Merasa tengah dikomando, akhirnya aku menurutinya untuk keluar dari kamar menuju balkon. Kulihat sekeliling, sejauh pandanganku dari atas tak kulihat apapun, lalu aku menjawab perintah tadi
“Ini siapa??” tanyaku sopan. Untuk beberapa detik tak ada jawaban, lalu tiba-tiba sebuah angin bertiup lumayan kencang sampai pot berisi kaktus yang kutaruh diarea pagar terjatuh ke lantai. Aku terkaget, lalu kumatikan telepon dan segera lari turun ke lantai bawah. Kutemui nenek yang sedang merajut di ruang keluarga sambil duduk dikursi goyangnya.

“Nenek tadi ngerasain ada angin kenceng ngga dari luar” tanyaku.

“Angin?? Dari tadi jendela itu ngga bergerak, bahkan gordennya masih tenang” jawab Nenek sambil menunjuk kerah jendela ruang keluarga tepat disisi kiri nenek.

“Benarkah, tadi saat aku dibalkon kamar ada angin besar datang sampai-sampai satu pot kaktusku jatuh” kataku tak percaya.

Nenek mengangkat kedua bahunya dengan raut wajah bingung.

Aku masuk kembali kedalam kamar, kurebahkan badanku terlentang diatas tempat tidur. Kulihat hape yang sedari tadi kugenggam, lalu kulihat data panggilan terakhir tadi dan aku begitu kaget saat kulihat tak ada data telepon untuk hari ini, data terakhir yang kubaca adalah telepon dari Chika teman kampusku yang menelponku kemarin sore. Lalu kemana data telepon hari ini, sejak kututup telepon misterius tadi handphone hanya kugenggam di tangan tanpa kubuka sedikitpun bahkan tak ada option yang aku delete.
***
Sore hari setelah mandi, aku kembali melukis. Bukan di kanvas seperti pagi tadi, tapi di sebuah kertas gambar ukuran folio. Kuarahkan sebuah pensil untuk menerima alunan hati dan pikiranku, lagi-lagi aku merasa aneh dengan hasil goresan tanganku sendiri, sebuah gambar yang terlihat seperti rangkaian huruf membentuk graffiti yang aku sendiri tak dapat membaca kalimatnya secara utuh, hanya ada huruf A pada awal dan akhir kalimat. Seingatku aku tak mahir dalam membuat graffiti huruf, pernah memang aku mencobanya itupun saat SMA ketika Dion teman sekelasku mengajariku. Setelahnya aku bahkan tak pernah berlatih lagi.
***
Saat malam hari, aku sudah bolak-balik mengganti posisi tidur agar aku bisa tidur, kulihat jam menunjukkan pukul 12 itu artinya sudah 2 jam aku tak dapat memejamkan mata, tepatnya mengistirahatkan pikiranku. Mataku memang bisa terpejam tapi tidak dengan pikiranku yang setiap saat terbayang kejadian-kejadian aneh 2 hari ini dari mulai mimpiku kemarin lusa saat Ayah dan Bunda datang dengan membawa seseorang yang tak dapat kukenali dengan jelas karena tubuhnya memancarkan sinar yang begitu menyilaukan sehingga tak ada ruang untukku melihat wajahnya, membaca buku tua yang kuambil di loteng setelah sehari sebelumnya kubongkar isi loteng mencari barang-barang unik yang dapat menjadi objek lukisanku, buku itu seakan memanggil untuk kubaca, judulnya yang begitu jelas tertera sebuah perintah larangan justru membuatku penasaran, penulisnya hanya menulis hanya memberi inisial “B” sebagai keterangan bahwa dialah orang yang telah menulis buku tersebut, lalu ada pula pria misterius yang berada dikampus pembawaannya yang cenderung aneh dan dingin tak pelak membuat rasa penasaranku begitu kuat, lukisan-lukisan yang telah 2 kali kubuat, tepatnya kubuat dengan tidak sengaja mungkin dari alam bawah sadarku, dan yang terbaru adalah si penelpon misterius bersama angin kencang yang dibawanya.
Tiba-tiba mataku terarah pada kuas yang tergeletak di meja lampu samping tempat tidurku. Batinku terdorong untuk mengambilnya lalu membuat sebuah lukisan, satu warna cat kupilih, biru langit dan kugoreskan isi batinku ke atas kanvas yang masih bersih. Selesai dibuat dengan meninggalkan lukisan sebuah kalung bermata bola bulat dengan sedikit siluet sinar yang entah apa artinya. Tak lama mataku mengantuk, dan aku tertidur.
***
Pagi ini aku bergegas pergi, tidak kekampus melainkan menuju sebuah rumah. Aku memasuki gerbang yang didalamnya terdapat halaman yang cukup luas dengan arsitektur Bali yang sangat kental. Aku memencet bel, dan asisten rumah tangga dirumah tersebut mempersilakan aku masuk.
Setelah menceritakan semua kejadian-kejadian aneh yang kualami, Kak Nyoman begitu tuan rumah ini biasa kusapa menjawabnya dengan begitu santai.

“Ini bukan hal baru, aku juga memiliki teman yang seringkali melukis justru dengan alam bawah sadarnya” ungkapnya.

“Lalu, apa maksud sebenarnya. Apakah itu disengaja atau tidak” tanyaku penasaran.

“Tentu tidak, pasti ada dimensi lain yang mengarahkannya untuk melukis, alam bawah sadar seseorang akan muncul karena adanya sebuah dorongan dari kekuatan lain” kata Kak Nyoman.

“Kekuatan lain?? Kekuatan lain itu apa maksudnya??” aku masih dengan rasa penasaranku.

“Bisa dalam bentuk apa saja, misal makhluk astral, maupun ingatan masa lalu, atau bisa juga sebuah setiran dari orang lain. Untuk kasusmu ini seperti ada Orang Lain yang tengah menyetirmu” jelas Kak Nyoman.

“Orang Lain?” kataku.

“Iya, tapi jangan tanya siapa orang itu karena sudah tentu aku tak tahu. Tanyalah pada orang yang memang tepat, pada Guru misalnya” Kak Nyoman memberiku saran.

“Kakek?? Kenapa harus kakek, aku bahkan tak menceritakan pengalamanku akhir-akhir ini padanya”

“Untuk hal-hal yang kau alami, jangan sampai kau menceritakannya pada orang lain yang belum mengenal kamu secara dalam. Guru adalah seseorang yang telah merawat kamu sedari kamu kecil, beliau berhak tau apa yang sedang kau alami”

Aku hanya mengangguk sebagai tanda setuju, lalu kuminum teh yang telah terhidang dimeja untukku. Sekedar tahu, Kak Nyoman adalah sahabatku, umurnya tak begitu jauh diatasku. Dia juga pelukis arahan kakekku yang telah mandiri dan kini telah merubah rumahnya sebagai sarananya untuk berkarya. Bahkan 2 bulan lalu lukisan divine pasarnya telah terlelang dengan harga yang begitu fantastic, aku juga banyak belajar melukis darinya. Kita sering kali berbagi cerita satu sama lain, sikapnya yang begitu dewasa dan pengertian membuatku nyaman saat didekatnya.
***
Setelah itu aku bergegas menuju kampus untuk kuliah siang hari ini, mata kuliah Sastra Indonesia dan juga menjadi jurusanku. Kenapa bukan pada seni aku berkuliah, jawabanku adalah karena aku ingin meneruskan cita-cita bundaku sebagai seorang penulis. Tulisan-tulisan beliau sudah sangat terkenal dikalangan sastrawan Indonesia, itulah sebabnya meskipun bunda telah tiada namun karya-karya masih dapat dinikmati banyak orang.
Dosen SI meminta kami untuk membuat sepenggal bait puisi, aku terdiam diatas mejaku sementara pensil masih diam diatas meja.

“Kirana??” panggil bu Lukita, aku tersadar dari lamunanku.

“Bagaimana, sudah selesai?” tanya Bu Lukita padaku. Untuk sejenak aku masih dalam kondisi setengah sadar setelah sekian lama melamun, kulihat kertas yang akan kutulis puisi ternyata telah ada beberapa bait tulisan.

“Mmm.. sudah bu” jawabku gugup.

“Baiklah, sekarang baca hasil karyamu” pinta bu Lukita.

Aku menghela napas untuk beberapa detik, selang kemudian aku mulai membaca rangkaian kata-kata tersebut.

Kini aku telah datang setelah penantian waktu yang kuarungi
Ada untukmu disetiap langkah kakimu
Tergores sebuah tinta petunjuk
Siluet raut wajah dingin yang terasa asing bagimu
Namaku begitu indah kau lukiskan
Kalung permata nan berkilau adalah buah tangan dariku
Sinar terang memiliki arti kita
Bayanganmu adalah diriku

Untuk beberapa detik aku merasa kaget, dan tersadar dengan bait demi bait yang baru selesai kubaca. Rangkaian kata yang serasa belum pernah kubuat, aku justru sedari tadi melamun bukan menyelasaikan tugas. “Lalu siapa yang telah membuat ini semua” tanyaku dalam hati. “Alam bawah sadarku kah?” berbagai pertanyaan bergumul di otakku. Bu Lukita terkesan dengan puisi ini katanya.
***
Hal aneh kembali terjadi padaku hari ini, sepulang dari kampus saat aku berjalan menuju rumah klasik tempat dimana aku menghabiskan hari. Aku berjalan dari arah jalan raya, melewati jalan yang lebih kecil, kulihat sinar matahari sore hari ini begitu terik meskipun siluet orange dari arah barat sudah mulai terlihat tetapi aku masih dapat melihat bayangan tubuhku di jalan raya yang juga tengah berjalan menyertaiku. Kulihat pula satu bayangan tubuh lain berada di belakangku, tapi bulu kudukku merinding seketika setelah kudapati tidak ada seseorang pun yang sedang berjalan di belakangku, kualihkan pandanganku kesegala penjuru jalan yang saat itu sangatlah sepi. Terlihat seperti tak ada tanda-tanda kehidupan di area tersebut. Tak lama handphone yang berada di dalam tasku berbunyi, aku mengeceknya ternyata ada sebuah pesan masuk.

“Tenang saja, tak perlu takut karna aku akan melindungimu” tulis pesan tersebut. Nomor yang kurasa sama persis seperti yang kemarin siang menelponku, ya seorang penelpon misterius.

“Kamu itu sebenarnya siapa, apa maksud kamu. Jangan buat aku seperti orang bodoh yang melakukan hal tanpa aku sadari” teriakku sambil memutar tubuhku, aku merasa emosiku naik seketika setelah merasa tidak tahan dengan keanehan-keanehan yang setiap saat datang pada diriku. Aku menantangnya, entah dia itu siapa.

Lalu aku mengambil langkah panjang untuk berlari agar segera sampai dirumah kakek dan nenek. Tapi anehnya aku justru terdorong lari untuk menuju sebuah area disekitar danau, aku berhenti di tepian danau dan kurasakan angin bertiup kencang, angin itu menerpa tubuhku namun area dimana aku berdiri justru terlihat tenang tanpa gerakan. Semakin merinding aku dibuatnya, lalu tanpa pikir panjang lagi aku kembali berlari dan kini terhenti tepat di halaman depan rumah yang sedari tadi kutuju dan aku bergegas masuk.

“Nek, nenek, nenek dimana” teriakku sesaat setelah membuka pintu dan napasku berjalan belum normal karena keletihan berlari.

“Neneeek, neneek dimana” kuulangi kembali sembari mencari disetiap sudut rumah sampai akhirnya kudapati nenekku tengah berada di balkon belakang rumah  sedang menyirami tanamannya.

Kuhamburkan badanku memeluk nenekku. Kutumpahkan tangisku, nenek yang kaget dengan kedatanganku ditambah dengan tangisanku akhirnya menghentikan pekerjaannya segera menenangkanku.

“Kiran, kamu kenapa sayang?” tanya nenek khawatir. Aku masih terus tenggelam dalam dekapannya sambil terus menangis.

Kuceritakan semuanya, sambil sesekali aku terisak dalam tangis yang tak dapat kubendung. Tangan kanan nenek memegang erat kedua tanganku sementara tangan kirinya membelai rambutku dengan lembut sebagai tanda bahwa nenek sangat memperhatikanku.

“Jangan takut sayang, nenek akan terus menemanimu. Dan takkan ada yang bisa menganggumu karena nenek selalu bersamamu” kata-kata nenek yang begitu tenang telah membuat rasa takut yang sedari tadi menggelayuti pikiranku sedikit demi sedikit menghilang.

“Makasih nek, Kiran sayang nenek, sayang banget” tegasku.

“Nenek juga sayang Kiran melebihi apapun” kata nenek begitu tenang.

“Kakek dimana nek?” tanyaku.

“Saat ini sedang ada di Bali untuk menemui sahabatnya”

Aku tersentak kaget, masalah ini belum selesai. Kakek adalah salah satu kunci yang mungkin bisa membantu membuka semua kejadian aneh yang menggembok diriku saat ini.
Sejak aku pulang dengan kondisi menangis, nenek tak pernah beranjak sedikitpun dari sisiku. Apapun yang kubutuhkan dipenuhinya dengan begitu sabar, sampai akhirnya nenek tidur bersamaku di kamarku.
***
Aku membuka mata, dan kurasakan sentuhan tangan yang begitu hangat tengah menggegamku, kulihat ternyata tangan tersebut adalah tangan seseorang yang sangat kukenal dan sangat kutunggu kehadirannya, dialah kakekku.
Ternyata kakek segera pulang setelah menerima telepon nenek yang mengabarkan diriku, nenek telah menceritakan semuanya. Sampai akhirnya kakek datang dan menemani tidurku sampai aku bangun pagi ini.
Aku mengambil posisi duduk diatas tempat tidurku, menyamakan posisiku agar sama seperti kakek yang sedari tadi duduk di samping tempat tidurku sambil memegang tanganku.

“Kamu sudah bangun sayang?” tanya kakek padaku.           

“Kakek udah tau apa yang terjadi sama aku?” aku justru balik bertanya.

“Sudah, nenek yang menceritakan semuanya” kakek menghentikan ucapannya sesaat. “Salah satu alasan kenapa kakek kemarin pergi ke Bali adalah juga untuk membantumu, perhitungan kakek ternyata benar”

“Maksud kakek?? Jadi kakek sudah bisa memprediksi ini semua akan terjadi padaku??”

Kakek menjawabnya dengan sebuah anggukan. Aku terdiam dan menunggu kakek melanjutkan pembicaraannya padaku.

“Saat ini umurmu 21 tahun, dia juga meninggal tepat diusia yang sama sepertimu”

Aku sama sekali tak mengerti apa yang dimaksud kakek dengan umurku.

“Dia meninggal dengan tenang meskipun sebelumnya diharus berjuang untuk menyelesaikan lukisannya. Dia anak yang begitu pekerja keras dan memiliki semangat yang begitu luar biasa, sakit yang ternyata sudah sedemikian kuat menjalari tubuh tidak dihiraukannya. Cita-citanya mulia yaitu menjadi Pelukis yang bisa meneruskan jati diri keluarganya. 13 tahun yang lalu dia adalah murid kakek, namanya I Wayan Aruna Chandra. Aruna begitu ia biasa disapa, sebuah panggilan yang memiliki arti sinar yang terang ini kini datang kembali, dalam dimensi alam lain tentunya”

Aku mendengarkan dengan cermat cerita kakek.

“Dia datang karena ingin menjagamu, menemanimu, dan menjadi temanmu” jelas kakek menegaskan.

Jadi kejadian aneh yang selama ini menghampiriku ternyata karna seseorang yang bernama Aruna itu, seseorang yang telah tiada selama hampir 9 tahun.

“Lalu kenapa harus aku yang dia pilih, kenapa kek” tanyaku tak sabar.

“Kakek pernah bermimpi ia akan datang, untuk menemani seseorang yang hampir memiliki banyak kesamaan dengannya. Dan kakek terkaget karena orang yang dia pilih adalah cucu kakek sendiri, setelah kakek cermati dia memang memiliki banyak kesamaan denganmu mulai dari hobi kalian yang sama-sama pelukis, umur kalian saat dipertemukan, nama kalian yang sama-sama memiliki arti sinar yang terang, serta banyak sifat-sifat prinsipil yang amat mirip” ungkap kakek.

Entah bagaimana perasaanku saat itu, disisi lain aku merasa senang karena memiliki teman baru, disisi lain aku juga takut karena temanku itu adalah orang yang telah tiada.

“Kejadian aneh yang beberapa hari ini kamu alami, adalah karena dia ingin mengenalkan diri dan memberi tahumu bahwa dia akan selalu ada disisimu. Lewat alam bawah sadarmu dia berbicara. Jangan takut lagi Kiran, dia hanya ingin menjadi pelindungmu sekaligus menjadi temanmu, terima dia dengan baik dan jangan menyakitinya” Kakek memberikan amanat padaku, kemudian melanjutkan ucapannya “Kemarin saat di Bali kakek menemui adiknya yang saat ini telah memiliki banyak sekolah lukis terkenal di Bali, kemudian kakek mengunjungi laut dimana dulu abu Aruna dibuang”

Kurangkai teka-teki yang selama ini datang dengan begitu aneh, mulai dari mimpi didatangi ayah dan bunda yang membawa seseorang, lukisan siluet laki-laki dari arah samping wajahnya, graffiti sebuah kata yang ternyata bertuliskan “Aku Aruna”, lukisan kalung bermata bola bundar yang ternyata adalah kalung yang dipakai ketika Aruna menghembuskan napas untuk terakhir kalinya di usia 21 tahun, buku berjudul “Forbidden Way” yang merupakan buku favorit Aruna. Seseorang misterius di kampus yang ternyata itu adalah Aruna yang hanya bisa dilihat olehku.
***
Sebulan setelah aku mengetahui semuanya, aku pergi berkunjung ke Bali bersama kakek, nenek, dan kak Nyoman. Tak lupa mengajak sahabatku Aruna, dia ada sebagai bayangan pelindungku. Dia menemaniku disaat aku melukis, menulis cerita, menjalani kuliahku, serta berbagai aktivitasku yang lain. Dia juga yang melindungiku ketika aku hampir tertabrak bus ketika menyeberang jalan. Dia pun menjadi tempat curahan hati perasaanku tentang kak Nyoman yang saat ini menjadi kekasihku. Kami semua pergi ke laut yang sebelumnya juga kakek kunjungi.

Untuk: I Wayan Aruna Chandra

Aku menyayangimu Sahabatku, meskipun hanya dari matakulah dirimu dapat berwujud. Sahabatku selamanya dan selamanya sahabatmu.
yang menyayangimu, Kirana Lintang Bintari

Tulisku pada secarik kertas yang sebelumnya telah kumasukkan kedalam botol untuk kemudian kulempar ke tengah laut itu.


_a.d.a_

Comments

Popular posts from this blog

Happy Batik Day

source: http://www.pinterest.com/jojomiro/batik-et-peinture-sur-soie/ Teruslah menjadi warisan budaya yang tak pernah lekang oleh zaman.. Aku bangga Batik Indonesia _a.d.a_

Cerpen: Dalam Secangkir Vanilla Latte

“...Another aeroplane Another sunny place I’m lucky, I know But I wanna go home Mmmm, I’ve got to go home Let me go home I’m just too far from where you are I wanna come home And I feel just like I’m living someone else’s life It’s like I just stepped outside When everything was going right And I know just why you could not Come along with me This was not your dream But you always believed in me...” Alunan musik jazz beriring dalam irama lagu dari Michael Buble, sore itu hujan. Cafe yang tadinya lengang berubah padat, seiring dengan pengunjunng yang ingin berteduh sembari menikmati makanan atau hanya sekedar meneguk kopi. Shera berlari menuju cafe, dijadikannya tas yang dia bawa untuk menutupi kepalanya agar tidak terkena air hujan. Sesampainya didepan cafe, dia mengelap baju dan anggota tubuhnya yang terkena air hujan dengan tangannya sendiri. Masuk dan menemukan tempat kosong dipojok cafe dekat jendela. Selesai memesan dia mulai mengambil alat g...

Cerita Kota Kelahiran: PURWOKERTO Part #1 SEJARAH

source: www.banjoemas.com Setelah hampir 23 tahun lahir dan besar di kota ini, aku ngerasa perlu banget buat cerita tentang kota dengan julukan Kota Ngapak ini secara lebih mendetail disini. Dulu sebelum memutuskan untuk berkuliah di luar kota dan akhirnya meninggalkan jejak di kota lain selama hampir 4 tahun akhirnya bisa ngerasain yang namanya “Kangen Kota Kelahiran”, karena semewah dan semenarik apapun kota perantauan, masih tetap ngangenin kota sendiri. Okay kali ini aku akan cerita kota Purwokerto dari sisi sejarahnya dulu. Nama Poerwakerta atau Purwakerta diambil dari kata "Purwa" yang konon diambil dari nama sebuah negara kuna di tepan Sungai Serayu "Purwacarita" yang bermakna "Permulaan" dan "Kerta" yang diambil dari nama ibukota kadipaten "Pasir" yaitu "Pasirkertawibawa" yang bermakna "kesejahteraan" sehingga Poerwakerta bermakna Permulaan Kesejahteraan. Kota ini merupakan salah satu ko...